Halaman

Selasa, 11 Desember 2018

kréativitas Indonesia bertutur, tanpa kata vs tanpa makna


kréativitas Indonesia bertutur, tanpa kata vs tanpa makna

Olok-olok politik yang diujarbebaskan oleh kawanan loyalis penguasa sudah melampaui daya citra budaya bangsa. Tidak perlu heran. Keluar dari mulut maupun kentut sama bahan bakunya. Rilis BPS, pendidikan formal PAUD 10 tahun. Ahli mewarnai, menyanyi sambil tepuk segala tepuk. Agak cerdas, mampu melipat kertas atau dongeng imajinatif.

Hukum alam, keseimbangan maupun tambal sulam. Loyalitas penguasa di negara masih, sedang, selalu, akan berkembang, jelas tidak kembang kempis. Kacamata kuda sebagai langkah awal. Antara menghujat dan menjilat sama saja. Nyaris tak bisa dibedakan mana jender yang emansipatif. Wadah aspiratif untuk semua ukuran jenis kelamin. Tak pandang berbulu atau klimis.

Argo ujaran menunjukkan jam terbang sebagai anak didik. Komposisi atau kandungan bahan baku lokal menjadi tolok ukur. Demam batu akik merasuki semua kasta daya pikir, strata olah otak, klas tata nalar. Bahasa ibu masih dipertahankan. Melihat istana presiden, gambarnya, sudah merasa menjadi bagian penting. Modal untuk berkacak pinggang di atas rata-rata ukuran pinggang nasional.

Tong melompong semakin sumbang suaranya. Belum dipukul sudah menggonggong. Ekor kian ditarik, tambah garang. Siap mencakar, mencabik-cabik yang berani mengangkang di depannya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar