Halaman

Rabu, 05 Desember 2018

Jangan Bosan Jadi Orang Baik


Jangan Bosan Jadi Orang Baik

Bisa sebagai gelar, status, jabatan, derajat, pangkat, predikat atau pasal lainnya. Apakah sebagai tujuan hidup, cita-cita atau ikhwal khusus. Tolok ukur minimal memakai takaran norma. Kalau sesuai tataran peradaban, malah kian bias. Bukan sekedar ramalan akan adanya fakta “becik ketampik, ala ketampa”.

Semakin udang terbungkuk-bungkuk di balik batu, arti jarak dan waktu kian tak berarti.

Bosan menjadi orang, mau berbuat baik malah malu, karena dianggap aneh. Berkelakuan baik dan benar, diangap tak sesuai zaman. Contoh praktis ada di jalan. Antara pengguna jalan dengan satuan bhayangkara penegak keadilan dan kebenaran, terjadi mufakat untuk musyawarah. Semua pihak merasa benar. Yang menentukan kebenaran tak lain tak bukan adalah.

Di dunia ini memang ajang kompetisi bebas. Tak ada sekutu sampai mati kaku, tak ada seteru sampai mati beku. Tak ada musuh hingga jenuh, tak ada kawan sampai bosan.

Satu pasang ketetrpaduan, baik dan benar. Memakai hukum manusia, memaknai hakikat orang baik tergantung makna diri kita sendiri. Ada pemisah berperilaku baik dengan orang baik. Indra mata bisa tertipu penampilan, pencitraan seseorang.

Berkat menunjukkan kelakuan dan berperilaku baik, warga binaan mendapat  bonus remisi. Gradasi ‘orang baik’ bukan mulai dari nol. Sejak lahir atau dari sono-nya sudah punya bakat, bibit. Menjaga konsistensi lebih berat ketimbang berproses diri menjadi atau menuju sebagai orang baik.

Penilaian termasuk melihat tata tayang si orang baik. Tata pikir, tata tutur, tata laku total menunjukkan totalitas orang baik. Tidak ada menjadi orang baik karena profesi. Saat praktik beda jauh ketika di rumah. Di lingkungan dikenal sebagai orang baik.

Salah satu indikator sebagai orang baik adalah ketika ybs wafat, lihat banyaknya tetangga yang melayat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar