(me)raut wajah Nusantara
tanpa operasi plastik
Sepeduli-pedulinya pemerintah menangkap peluang nasib rakyat, cuma satu yang lolos, yaitu
limbah sampah plastik rumah tangga. E-tilang serta kebijakan sampah ganjil
genap tak mampu mencegah arus keluar sampah rumah tangga. Di pihak lain,
semangat menghidupkan wisata bahari dan kemanfaatan tol laut menjadi pasal
sampah bebas masuk ke laut.
Seperti sudah diduga sebelum kejadian perkara. Generasi medsos yang lambat
dewasa vs cepat matang luar vs malas gedhé
bukan bukti utama. Masih ada yang lebih bernas, tajir.
Rambut sama hitam, bukan jaminan daya guna kepala sama. Warna rambut sesuai
laju adab zaman, menjadi berwarna-warni. Mewakili watak dan otak manusia. Keanekaragaman
gizi mampu mengubah daya pikir, olah logika, tata nalar. Informasi di pasar
bebas merangsang harga diri.
Siapa mengenggam informasi dari sumbernya. Bak kilat datang duluan
ketimbang suara guntur, petir, geledek, halilintar. Keahlian ujung jari tangan
anak bangsa pribumi tulen, melampaui zamannya. Bukan sekedar ahli berbahasa. Bahkan
menampilkan diri, polesan wajah sesuai asumsi sejarah.
Tepatnya,
simak ikhwal penciptaan manusia dan penguasaannya di bumi, tersurat di (QS Al
Baqarah [2] : ayat 30): “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui."
Apa hendak dikata, akhirnya manusia mampu merusak dirinya sendiri. Memperbagus
format luar agak tampak bergengsi, berklas, bermartabat, berwibawa sekaligus
menambah nilai tukar diri. Saling menumpahkan darah. Saling berbunuh karakter.
Itulah Nusantara . . . wajah lokal, ideologi global. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar