Halaman

Minggu, 09 Desember 2018

politik Pancasila mencekal tindak korup


politik Pancasila mencekal tindak korup

Budaya KKN yang menjadi lagu wajib penyelenggara negara, pengusaha, swasta atau pihak yang sangat berkepentingan dengan Nusantara. Efek domino negara multipartai, maka tiap pemerintah akan uji coba pola demokrasi. ibarat pesepakbola, bilamana perlu bisa transfer pemain. Minimal pakai ideologi asing agar tampak lebih kinclong, mencorong.

Maka dari itu, kepekaan penguasa akan wibawa negara sedemikian sensitif. Belang sudah jadi rahasia umum. Jangan sampai  sumber resmi, asa-usul modal politik, biaya politik menjadi bulanan-bulanan kawan sebelah kamar. Yang tak bisa ditutup-tutupi, dikamuflase adalah bahasa tubuh, bahasa jiwa. Interaksi dengan kawan sekamar, semakin membuktikan jati diri, pesona diri, citra diri.

Kendati  korupsi secara hukum buatan manusia dan mendunia, sudah ditetapkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), maka dari itu, oleh karena ini, dengan demikian penanganannya tidak bisa biasa-biasa saja. Apalagi, pelaku tindak pidana korupsi (tipikor) bukan orang biasa atau rakyat pada umumnya. Sehingga perlu kelakuan khusus. Apa daya, pedang keadilan semakin tumpul, mandul.

Wajar jika jalan dan tegaknya hukum lebih dikarenakan siapa yang menjadi tersangka ketimbang pasal perkara yang didakwakan. Semakin tersangka bukan orang biasa maka ybs akan mendapatkan perlakuan luar biasa. Mulai cepatnya persidangan sampai ikhwal fasilitas ruang tahanan. Semua bisa diatur, seloroh dunia hukum.

Sistem wakil rakyat yang berlapis, berjenjang, menyebabkan suara rakyat sayup-sayup sampai. Agar suara rakyat bisa bergaung, membahana, berkumandang  maka ada kebijakan agar gema suara azan dikecilkan. Pada gilrannya akan ditiadakan, disingkirkan dari gelombang suara bebas.

Dalil yang membuktikan, bahwa semakin banyak aduan masyarakat. Kalau rakyat bergolak, berjuang sendiri, memperjuangkan nasib diri. Pemerintah sudah siap stigma anti-Pancasila. Masuk ranah gerakan radikal, separatis, teroris, dinasti politik dan komunitas oknum sipil pelaku kriminal bersenjata.

Posisi dan peran Pancasila, semula adalah dasar negara. Berkat reformasi yang bergulir dari puncaknya, 21 Mei 1998, muncul 4 pilar MPR. Tak layak diuraikan di sini. Ada pihak yang lebih berwajib dan lebih layak membeberkannya. Minimal ada menteri spesialis Pancasila.

Daya rekat Pancasila ada di kehidupan sehari-hari rakyat. Belum terpapar, tercemar, terkontaminasi kuman (partai) politik. Di lain pasal, ternyata daya retak Pancasila menjadi hak milik penguasa, pejabat, penyelenggara negara di semua tingkatan dan lini.  [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar