demokrasi Nusantara
disegani, pancèn pangan pokok
Bahasa gado-gado, antara bahasa Indonesia dengan
bahasa Jawa. Dioplos jadi menu baru. Enak di simak seperti judul tatakata ini.
Maksud dan tujuan, antara iseng dan jail. Masuk akal atau keluar akal, namanya
selera. Peka lidah pagi beda dengan gubris lidah malam hari.
Langsung praktik demokrasi, salah-salah cuma salah
sedikit. Beda orang dengan yang sibuk menformulasi, merumuskan, menjabarkan,
teorisasi demokrasi dari segala aspek. Bahasa akademis memadukan bahasa hukum
dengan bahasa gaul.
Beda besar. Antara yang berani praktik demokrasi, tanpa
teori, tapi punya ilmu lain. Lebih laju dibanding anak bangsa yang mulai dari
nol. Langkah politik berbanding lurus dengan kadar ilmu. Sistem karier tak
berlaku di peta politik Nusantara. Silsilah garis keturunan manusia politik,
mewaris ke anak cucu ideologis. Lebih ampuh daripada gelar akademis.
Kian menjadi negara multipartai, menambah antrian
secara konstitusional. Angka harapan hidup tetap tak menjamin. Kalau bisa
sekarang mengapa harus menunggu periode yang akan datang. Tak ada istilah
manusia politik di bawah umur. Bisa calistung.
Patriotisme berubah drastis menjadi sigap bela
juragan. Siaga libas lawan politik tanpa pandang warna bulu yang berani
menistakan jujungannya. Jangan berani olok-olok politik ke sesembahannya. Berani
berdarah-darah demi penguasa yang menyuapi.
Analog dengan industri sepak bola Nusantara. Naturalisasi
pemain asing atau pemain impor murni. Lantas siapa yang langganan jadi jago
kandang. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar