Halaman

Sabtu, 22 Desember 2018

demokrasi Nusantara disegani, pancèn pangan pokok

demokrasi Nusantara disegani, pancèn pangan pokok

Bahasa gado-gado, antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa. Dioplos jadi menu baru. Enak di simak seperti judul tatakata ini. Maksud dan tujuan, antara iseng dan jail. Masuk akal atau keluar akal, namanya selera. Peka lidah pagi beda dengan gubris lidah malam hari.

Langsung praktik demokrasi, salah-salah cuma salah sedikit. Beda orang dengan yang sibuk menformulasi, merumuskan, menjabarkan, teorisasi demokrasi dari segala aspek. Bahasa akademis memadukan bahasa hukum dengan bahasa gaul.

Beda besar. Antara yang berani praktik demokrasi, tanpa teori, tapi punya ilmu lain. Lebih laju dibanding anak bangsa yang mulai dari nol. Langkah politik berbanding lurus dengan kadar ilmu. Sistem karier tak berlaku di peta politik Nusantara. Silsilah garis keturunan manusia politik, mewaris ke anak cucu ideologis. Lebih ampuh daripada gelar akademis.

Kian menjadi negara multipartai, menambah antrian secara konstitusional. Angka harapan hidup tetap tak menjamin. Kalau bisa sekarang mengapa harus menunggu periode yang akan datang. Tak ada istilah manusia politik di bawah umur. Bisa calistung.

Patriotisme berubah drastis menjadi sigap bela juragan. Siaga libas lawan politik tanpa pandang warna bulu yang berani menistakan jujungannya. Jangan berani olok-olok politik ke sesembahannya. Berani berdarah-darah demi penguasa yang menyuapi.

Analog dengan industri sepak bola Nusantara. Naturalisasi pemain asing atau pemain impor murni. Lantas siapa yang langganan jadi jago kandang. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar