Halaman

Kamis, 13 Desember 2018

gaya dan daya mandiri generasi enoji


gaya dan daya mandiri generasi enoji

Urutan anak kandung. Sebutan anak sulung sampai anak bontot. Spesifikasi karakter menjadi jati diri tiap urutan, termasuk anak kembar. Makna potensi karakter, watak bahkan reliji.

Keunggulan anak dikarenakan sebagai hasil sinerjitas latar belakang ayah ibunya. Orang tua memerankan lakonnya, tak akan lepas dari pengalaman hidupnya. Spesifikasi khusus pada urutan anak, lebih terasa dan nyata pada jumlah dan jarak kelahiran.

Sistem pendidikan nasional dengan kemasan PAUD. Menjadikan anak serba tahu cepat atau ekses, dampak, efek sebaliknya. Ikut arus zaman hanya di langkah awal. Daya tarik yang di depan mata. Masa depan, bahkan esok hari bukan hak kita. Kewajiban umat adalah membeli masa depan dengan harga sekarang.

Menyiapkan masa depan anak dengan harga masa depan. Dikelola sesuai zamannya. Klasiknya pengaruh lingkungan tak terelakkan. Pengguna aktif produk teknologi informasi dan komunikasi. Efek dominonya menjalar kian kemari. Anak merasa menjadi bagian penting dari sistem yang besar. Sekaligus tak tahu akan posisi dirinya.

Bersyukur, masih ada korelasi dinamis antara urutan anak dengan gaya hidupnya. Daya mandiri tiap anak terasah oleh dinamika keluarga. Sejak dini anak dilatih mengenal dan mengurus dirinya. Sifat ketergantungan untuk sama-sama sukses.

Zonasi lingkungan teracak oleh kebijakan yang terkait dengan peta politik. Asumsi sejarah menunjukkan ada daerah yang tradisional menjadi lumbung suara suatu partai politik. Tidak demikian halnya pada daerah yang mandiri. Sudah didapat. Jiwa otonomi daerah memabukkan putra-putri asli daerah.

Klimaks mabuk politik, terjadi seukses di periode 2014-2019. Tak perlu jadi ketua umum partai politik. Tak perlu kendaraan politik bak tersiden kedua RI. Atau mendirikan partai politik sebagai perpanjangan tangan manusia ekonomi. Sama-sama cari nikmat dunia.

Tepatnya. Ketika jabatan presiden Nusantara hanya sebatas djulukan sebagai petugas partai. Penistaan ini aman-aman secara konstitusional. Modal nama besar leluhurnya, tanpa keringat menjadi modal pribumi untuk sukses dunia. Wajar. Orang tua bekerja untuk anaknya.

Gamblang dan benderang di siang bolong. Generasi pemilih pemula di era reformasi, mendapat acuan gratis. Dianggap baik dan benar serta mujarab. Aman dan nyaman di bawah bayang-bayang, ketiak orang lain. Bangsa lain kalau perlu, bilamana butuh. Terbukti ampuh.

Tak perlu jadi “anak sulung”. Jadi “anak bungsu” utawa pengekor, pengikut, pendérék namun jabatan atau rezeki dunia melebihi “anak sulung”.

Alih-alih menjadi nomer satu. Memilih pasangan nomer satu, menjadi alergi. Sejarah kelam kelabu yang terekam jangan terulang. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar