Halaman

Senin, 24 Desember 2018

orangnya begitu, makanya begitu

orangnya begitu, makanya begitu

Jabatan marbot memang tak bergengsi di mata masyarakat. Jamaah pun tak kurang yang memandang dengan mata kanan atau mata kiri saja. Kenyamanan jamaah diukur dengan saat datang, masjid siap “melayani”. Minimal, datang untuk sholat tanpa hambatan. Misal, soal parkir kendaraan, parkir alas kaki, tempat wudhu. Terutama parkir pantat. Nyaman duduk di masjid, alas empuk hawa sejuk. Sholat tambah khusyuk.

Sholat 5 waktu, jarang yang bersegera sampai di masjid sebelum panggilan. Mengisi shat depan, bukan pilih lokasi strategis. Interaksi sosial dengan menggerombol. Tahu-tahu iqomah tuntas. Qomat lanjut sholat. Bergegas angkat kaki usai imam ucap salam kedua, sambil toleh ke kiri. Soal panggilan Illahi. Lihat nanti jika ada waktu luang.

Uraian jabatan marbot terkait ibadah dan hubungan antar manusia. Susah diformalkan, sulit dibakukan. Lebih dari sekedar pengabdian. Antar marbot bersinerji. Saling mendukung dan mengisi. 24 jam menjaga rumah Allah. Di pihak marbot, wajar jika ingin hidup layak. Prospektus niat tulus ikut mensejahterakan masjid dan menjaga syiar agama Islam.

Posisi sentral dan strategis marbot. Menjadi sumber informasi bagi tamu atau jamaah. Menjadi “pengamat” tindak tanduk, tingkah laku, tabiat jamaah. Anak yang belum wajib sholat pun, ikut menghidupkan suasana masjid. Gantian jaga saat sholat berjamaah.

Peringatan imam agar shaf depan diisi, sesuai sahnya sholat. Karena rutin diucap menjadi tak manjur.

Karena faktor U, kondisi fisik atau faktor lain, terapi. Ada jamaah yang sholatnya duduk. Di sajadah atau di bangku. Fasilitas masjid termasuk menyediakan bangku, kursi dimaksud.

Judul kian jelas dan benderang. Terkisahkan  marbot itu, usianya memang sudah tua. Jauh lebih tua dari saya. Bahkan lebih tua dari Proklamasi 17 Agustus 1945. Rekam jejak sebagai marbot tak menggugah perhatian Yayasan dan atau DKM. Urusan dunia lebih menarik minat non-marbot.

Pengalaman marbot tua. Ketika ada jamaah pemakai bangku saat sholat berjamaah. Tampilan lusuh. Pakai hem tanpa kaos oblong atau singlet. Dikancingkan tak sampai atas. Wajar jika duduk di paling pinggir. Masalah muncul jika ybs agak mundur, meliawati batas tumit. Mengganggu jamaah dibelakangnya saat sujud.

Ketika ybs diingatkan marbot tua. Ybs langsung unjuk muka tak suka. Suara lantang. Bukannya jadi ingat dan sadar. Merasa direndahkan oleh teguran marbot. Jamaah ambil sikap diam. Bukannya acuh. Lokasi masjid di kawasan perumahan. Tampak homogen pendatang yang puluhan tahun. Dimakan waktu, watak ciri kota mulai berbicara.

Mengakhiri cerita, marbot tua cuma geleng kepala sedih. Lirih ucap sesuai judul. Kata, lema ‘begitu’ memang multitafsir. Menyamarkan kejadian atau fakta yang nyata. Kalau diungkap malah menambah dosa si pembicara maupun si pendengar. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar