Ujaran Kebohongan vs Modus
Propaganda
Peribahasa yang mengalami proses peradaban
adalah “belum meminang sudah menimang”. Belum menanam sudah panen. Jelas tak ada
kaitan dengan daya ideologi anak bangsa. Tak perlu keringat, kursi datang
sendiri. Opo tumon.
Di NKRI, apa saja bisa terjadi. Bahkan
yang sudah terjadi bisa dihapus sehingga menjadi tak pernah terjadi. Kehidupan
berbangsa dan bernegara tidak bisa diskenario secara matematis. Banyak faktor “X”
yang gentayangan.
Herannya, masih ada pihak yang
mengandalkan asas sebab akibat, gugon tuhon, petungan dino becik, serta simbol
mistis nan misterius. Tak jarang yang berburuk sangka pada bayangannya sendiri.
Selama ketupat dibelah empat. Dipastikan
ramuan alam lebih manjur. Pratanda alam memang bisa dibaca. Butuh kepekaan. Saking
pekanya, melihat orang bincang sendiri dengan HP-nya, lantas muncul asas
praduga. Jangan-jangan.
Di pihak bawah sadarnya, silau
dengan yang serba di atasnya. Dalam ukuran duniawi. Jadi sungkan dengan bangsa
lain yang tampak banyak populasinya. Siapa tahu bisa diajak kongsi. Atau bagi
hasil urus urusan dalam negeri atau dapur sendiri.
Momentum jelang 2019, banyak pihak
tidak hanya aji mumpung, ambil kesempatan dalam kesempitan akal pihak tertentu.
Dengan melontar sanjungan, padahal bak lempar batu sembunyi tangan. Dengan menganugerahi
gelar tanpa gelar, agar tetap masuk barisan. Tidak terdegradasi karena kurang
upeti.
Kepekaan sedemikan rinci, sehingga
setiap hembusan berita ditanggapi dengan cerdas. Secerdas ikan mendekati umpan.
Atau gagahnya ayam jantan yang mengepakkan sayap. Pilih tanding.
Jadi, selagi ada penabur dan penebar
atau pengganda berita. Wallahu a’lam bisshawab. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar