Halaman

Sabtu, 24 Maret 2018

Modus Propaganda, Sensasi Politik vs Mantra Politik


Modus Propaganda, Sensasi Politik vs Mantra Politik

Tidak di tahun politik. Sejak pasca dilantik dengan ucap janji dan sumpah, otomatis pejabat negara atau sebutan lainnya. Argo balas jasa/balas budi maupun balas dendam bak kuda liar. Komunikasi, koordinasi, kendali dengan pihak resmi, legal, konstitusional maupun dengan pihak sebaliknya, semakin seksama.

Jaminan uang beredar di pasar dunia, semakin menunjukkan taji negara investor politik. Tidak perlu menggunakan jasa negara ketiga atau memanfaatkan pasar gelap.

Kesepakatan yang dibangun secara diam-diam, tahu sama tahu, pokoknya beres. Tidak ada pihak yang merasa dilangkahi haknya. Namanya politik, pemerintah atau penguasa sudah kebal dengan namanya makan hati akibat ulah asing.

Di dalam negeri, kepedulian anak bangsa pribumi akan perjalanan nasib NKRI, malah dicap sebagai kritik yang membuat sakit hati. Dianggap menghina nama baik presiden. Disangka mencoreng wibawa negara di mata rakyatnya sendiri. Layak diduga akan makar hanya karena melanggar larangan ganjil-genap.

Soal atas pasal menjual negara semacam mengemplang pajak, bukan masalah rakyat. Seberapa kecil ULN, bukan urusan rakyat jelata. Arus masuk budaya, barang, ideologi, orang asing ke sudut dan pojok pelosok Nusantara. Mendongkrak pamor obyek wisata lokal.

Jangan lupa, masih banyak menu dan sajian politik yang sudah kedaluwarsa. Lebih ke arah pencitraan, merangsang pesona, menambah stamina citra diri. Titik lemah bangsa menjadi pengungkit rasa PD (percaya diri). Semakin disanjung, semakin malah menjadi-jadi. Bak bara disiram bensin bersubsidi. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar