Halaman

Kamis, 22 Maret 2018

Kembali ke Pancasila


Kembali ke Pancasila

Watak dasar bangsa dan rakyat Indonesia terlihat pada sikap toleransi, gaya menjaga rasa orang lain. Singkatnya, memang sudah ada adab bermasyarakat. Sebutan Rukun Tetangga, Rukun Warga, Rukun Kampung atau sebutan lainnya, sebagai bukti wujud persatuan dan kesatuan.

Negara Indonesia adalah keluarga besar dengan anggota keluarga dari semua unsur suku, agama, ras dan antar golongan. Dibutuhkan Adab atau Rukun kehidupan berbangsa dan bernegara. Penyakit status sosial, diperparah dengan virus beda paham politik.

Fokus dan konsentrasi rakyat mudah digiring. Demi nusa dan bangsa, tanah air, tanpa banyak cingcong langsung singsingkan lengan baju. Cancut tali wondo. Gotong royong. Menuju “Indonesia Emas 2045”. Diperlukan pengorbanan rakyat. Bersyukur, bangsa Indonesia termasuk bangsa pemaklum.

Peta Indonesia didominasi warna politik. Politik atau partai politik yang lahir di jaman penjajahan Belanda sampai parpol spesialis pemilu. Radikalisme manusia politik menjadikan maraknya faham anak cucu ideologis.

Konstitusi yang diterjemahbebaskan sebagai merebut, mempertahankan, merebut kembali kekuasaan secara konstitusional. Kekuasaan dapat diwariskan ke trah. Pemerintah bayangan sudah mengucur sampai tingkat desa.

Jangan lupa, menu nasakom produk Orde Lama, tetap meluncur dengan kemasan yang atraktif. Trah Cendana semakin memperkuat sinyalemen bahwa ideologi tak ada matinya.

Indonesia terjebak modus politik dengan pola kultus individu, semacam di zaman Orde Lama. Politik sebagai panglima. Demi sukses politik, pasal menghalalkan segala cara menjadi wajib.

Timbal balik pemerintah atau penguasa ke rakyat, adalah rakyat mendapat stigma permanent underclass, uneducated people, bernasib kurang beruntung. Ritual demokrasi hanya menghasilkan kedaulatan ada di tangan penguasa, pemenang pesta demokrasi.

Semakin jauh dari rakyat, Pancasila mengalami degradasi secara sistematis, berkelanjutan. Semakin meninggalkan rakyat di landasan, Pancasila akan mrotoli, mrètèli, mrutuli, mritili. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar