Anak Bangsa Pribumi dan
Injak-Injak Bumi
Kehidupan ber-Pancasila jauh abad
sebelum Pancasila resmi dirumuskan. Karena proses peradaban kehidupan
menjadikan Pancasila pernah menjadi “Pancasila
Sakti”.
Nasib berikutnya, Pancasila berubah
posisi. Dari dasar negara menjadi 1 dari 4 pilar berbangsa. Heboh lagi, dalam
kehidupan negara, berlakulah rumusan semakin jauh dari rakyat berbanding lurus
dengan praktik Pancasila.
Semakin pemerintah mendengungkan
asas kemandirian, berdiri di atas kaki sendiri, maka semakin nyata pemerintah
memposisikan anak bangsa hanya sebagai pelengkap, obyek atau pihak tak
beruntung.
Dengan cerdas penguasa menstigma
anak bangsa kurang bisa bersaing dengan bangsa yang lebih banyak penduduknya. Sebut
saja negara yang paling bersahabat. Masih atau sama-sama negara Asia.
Jangan heran kalau bangsa pribumi
(baca yang menjadi loyalis penguasa) tidak hanya siap jadi budak asing di
negeri sendiri. Tetapi siap menyediakan kepalanya untuk keset investor politik.
Jangan heran lagi kalau anak bangsa
pribumi yang didominasi rakyat, menjadi obyek pelecehan oleh penguasa.
Hanya menghadapai pesta olahraga
Asian Games 18, bangsa Indonesia mau ukur baju. Tahu diri dengan kemampuan dan
kapasitas tanding, walau dengan sistem laga kandang. Sebagai tuan rumah bukan
jaminan untuk keluar sebagai juara umum.
Di tahun politik 2018 dan 2019,
wajar jika suara orang sekarat, seperti asal bunyi. Karena tahu, bahwa
loyalisnya sudah tidak bisa diharapkan meraup medali emas. Akhirnya, tergantung
belas kasihan atlit asing yang menjadi tamu.
Jadi, kalau masih kau pribumi
dijadikan korban syahwat politik. Hanya soal waktu. Wallahu a’lam bisshawab.
[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar