Halaman

Senin, 12 Maret 2018

ujaran kebencian vs ujaran kebohongan



ujaran kebencian vs ujaran kebohongan

jika dengar lema atau kata pemerintah, tak ayal lagi anak bangsa pribumi yang tak buta sejarah, mengasosiasikannya dengan pemerintah Hindia Belanda. Sang penjajah yang berawal dari pedagang atau VOC. Dilengkapi dengan pola penjajah Dai Nippon atau Saudara Tua yang seumur jagung (maksudnya selama jagung disimpan dan masih bisa jadi benih, tidak gabugen, sekitar 3 tahunan).

Hukum yang masih dominan di Nusantara, merupakan penyempurnaan hukum zaman penjajah. Perilaku masyarakat sampai penguasa masih ada yang melanjutkan tradisi penjajah.

Penjajahan oleh bangsa asing lanjut dengan penjajahan oleh bangsa sendiri.

Barangsiapa ingin mempertahankan kekuasaan yang sedang di tangan. Pakai rumus siapa yang menguasai media massa akan bisa bebas bertindak. Tindak tulis maupun tindak tutur, atau tindak ujaran. Ditunjang dengan laju kemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

Agen propaganda, agen pengganda berita aspal, korporasi penabur dan penebar fitnah dunia, yang merupakan segitiga setan. Saking mahirnya, pihak ketiga bukan sekedar bagian dari poros politik, tetapi sudah merupakan poros terselubung. Bisa berada di mana saja, bisa bagian siapa saja. Atau mandiri yang penting untung atau sebagai pihak yang mengambil kesempatan.

Agaknya, penguasa atau pemerintah “Hindia Belanda” jilid sekian, kehabisan akal dan daya dalam memainkan permanipulasian. Kriminilasas KPK menjadi nyaris tak bergema. Sedang reses atau tunggu tanggal mainnya. Kriminalisasi ulama, malah ujung-ujungnya alergi dengan istilah tahun politik. Agar dikira pro-rakyat yang katanya memang sebagai pengayom dan pengayem.

Agar lalu lintas politik dalam negeri di bawah satu kendali, diterapkan aturan ganjil-genap. Artinya, anak bangsa yang berwatak ganjil, agak aneh atau agak-agak, bisa diberdayakan secara formal. Menjadi fungsional. Sedangkan sisanya, yang sudah agak genap, bisa dijadikan anggota yang siap bela yang bayar.

 Jadi, selama ladang amal penguasa berbasis buka-tutup mulut. Rekadaya kontra-flow bisa diterapkan di sembarang tempat dan waktu. Tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.  Tak perlu sosialisasi. Asal sudah sifatnya kebijakan. Wallahu a’lam bisshawab. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar