ujaran kebencian vs ujaran
kebohongan
jika dengar lema atau kata
pemerintah, tak ayal lagi anak bangsa pribumi yang tak buta sejarah,
mengasosiasikannya dengan pemerintah Hindia Belanda. Sang penjajah yang berawal
dari pedagang atau VOC. Dilengkapi dengan pola penjajah Dai Nippon atau Saudara
Tua yang seumur jagung (maksudnya selama jagung disimpan dan masih bisa jadi
benih, tidak gabugen, sekitar 3 tahunan).
Hukum yang masih dominan di
Nusantara, merupakan penyempurnaan hukum zaman penjajah. Perilaku masyarakat
sampai penguasa masih ada yang melanjutkan tradisi penjajah.
Penjajahan oleh bangsa asing lanjut
dengan penjajahan oleh bangsa sendiri.
Barangsiapa ingin mempertahankan
kekuasaan yang sedang di tangan. Pakai rumus siapa yang menguasai media massa
akan bisa bebas bertindak. Tindak tulis maupun tindak tutur, atau tindak
ujaran. Ditunjang dengan laju kemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Agen propaganda, agen pengganda
berita aspal, korporasi penabur dan penebar fitnah dunia, yang merupakan
segitiga setan. Saking mahirnya, pihak ketiga bukan sekedar bagian dari poros
politik, tetapi sudah merupakan poros terselubung. Bisa berada di mana saja,
bisa bagian siapa saja. Atau mandiri yang penting untung atau sebagai pihak
yang mengambil kesempatan.
Agaknya, penguasa atau pemerintah
“Hindia Belanda” jilid sekian, kehabisan akal dan daya dalam memainkan
permanipulasian. Kriminilasas KPK menjadi nyaris tak bergema. Sedang reses atau
tunggu tanggal mainnya. Kriminalisasi ulama, malah ujung-ujungnya alergi dengan
istilah tahun politik. Agar dikira pro-rakyat yang katanya memang sebagai
pengayom dan pengayem.
Agar lalu lintas politik dalam negeri
di bawah satu kendali, diterapkan aturan ganjil-genap. Artinya, anak bangsa
yang berwatak ganjil, agak aneh atau agak-agak, bisa diberdayakan secara
formal. Menjadi fungsional. Sedangkan sisanya, yang sudah agak genap, bisa
dijadikan anggota yang siap bela yang bayar.
Jadi, selama ladang amal
penguasa berbasis buka-tutup mulut. Rekadaya kontra-flow bisa diterapkan di
sembarang tempat dan waktu. Tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Tak perlu sosialisasi. Asal sudah sifatnya
kebijakan. Wallahu a’lam bisshawab. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar