Halaman

Kamis, 22 Maret 2018

Mendaur Ulang Tragedi Dunia


Mendaur Ulang Tragedi Dunia

Negara lenyap dari peta bumi, pernah terjadi. Bukan kejadian luar biasa. Tirani tumbang di tangan rakyat, menjadi catatan sejarah. Bukan hal yang mustahil.

Masalahnya, mengapa kita tidak belajar dari sejarah. Masa lampau bukan sekedar kenangan. Walau lenyap, tetap sebagai pelajaran. Kebanyakan manusia tidak mau tahu. Dengan sadar mengulang tindakan dan kesalahan yang sama.

Bayangkan kalau sebuah bangsa, dengan ratusan juta penduduknya, mau mendaur ulang tragedi dunia. Dengan bintang utama yang nyaris mirip. Skenario disesuaikan dengan tuntutan dan tantangan zaman.

Agaknya, manusia lebih percaya dengan ramalan kiamat dunia, dengan aneka versi,  berbagai skala..Katimbang menengok ke belakang, mengambil hikmah yang tersurat dan maupun yang tersirat. Bukan fitrah manusia untuk membuat kerusakan di muka bumi dan saling menumpahkan darah.

Soal nafsu, angkara murka, derajat manusia bisa tembus ambang bawah. Pada pasal tertentu bisa di bawah sifat binatang. Penyebabnya sederhana, yaitu urusan dunia, nikmat dunia.

Siapa saja, pihak mana saja yang terjun ke industri politik, bagaikan masuk ke jalan bebas hambatan. Format etape, jalan dan lajur politik yang harus diliwati adalah periode lima tahun. Rekam jejak tidak menentukan akan keluar sebagai jawara.

Kalau sekedar “kalau sudah duduk malas berdiri” bak pariwara jadul, disesuaikan dengan zaman menjadi “lupa kalau sudah berdiri”. Justru pasal “mumpung lagi duduk” yang menentukan sejarah bangsa. Artinya, keenakan duduk dan maunya mau duduk lagi.

Alarm atau tanda bahaya, atau tanda peringatan dini sudah bergema. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar