Mendaur Ulang
Tragedi Dunia
Negara lenyap dari peta bumi, pernah
terjadi. Bukan kejadian luar biasa. Tirani tumbang di tangan rakyat, menjadi
catatan sejarah. Bukan hal yang mustahil.
Masalahnya, mengapa kita tidak
belajar dari sejarah. Masa lampau bukan sekedar kenangan. Walau lenyap, tetap sebagai
pelajaran. Kebanyakan manusia tidak mau tahu. Dengan sadar mengulang tindakan
dan kesalahan yang sama.
Bayangkan kalau sebuah bangsa,
dengan ratusan juta penduduknya, mau mendaur ulang tragedi dunia. Dengan bintang
utama yang nyaris mirip. Skenario disesuaikan dengan tuntutan dan tantangan
zaman.
Agaknya, manusia lebih percaya
dengan ramalan kiamat dunia, dengan aneka versi, berbagai skala..Katimbang menengok ke belakang,
mengambil hikmah yang tersurat dan maupun yang tersirat. Bukan fitrah manusia
untuk membuat kerusakan di muka bumi dan saling menumpahkan darah.
Soal nafsu, angkara murka,
derajat manusia bisa tembus ambang bawah. Pada pasal tertentu bisa di bawah
sifat binatang. Penyebabnya sederhana, yaitu urusan dunia, nikmat dunia.
Siapa saja, pihak mana saja yang
terjun ke industri politik, bagaikan masuk ke jalan bebas hambatan. Format
etape, jalan dan lajur politik yang harus diliwati adalah periode lima tahun. Rekam
jejak tidak menentukan akan keluar sebagai jawara.
Kalau sekedar “kalau sudah duduk
malas berdiri” bak pariwara jadul, disesuaikan dengan zaman menjadi “lupa kalau
sudah berdiri”. Justru pasal “mumpung lagi duduk” yang menentukan sejarah
bangsa. Artinya, keenakan duduk dan maunya mau duduk lagi.
Alarm atau tanda bahaya, atau
tanda peringatan dini sudah bergema. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar