Halaman

Kamis, 08 Maret 2018

Parpol Pemula vs Pemilih Pemula



Parpol Pemula vs Pemilih Pemula

Kalau dengan asas banding, tanding, sanding, agaknya ada persamaan sekaligus perbedaan yang mendasar. Pada derajat, skala tertentu bisa masuk momén kontradiktif.

Parpol pemula berharap-harap cemas. Pemilih pemula cemas berharap-harap. Kalau memakai metode dikawinsilangkan, akan menghasilkan rasa yang tanpa rasa.

Demokrasi yang kita tampilkan, lebih menonjolkan sisi kisah sukses. Diformat sebagai rekam jejak, nilai jual atau kinerja penguasa pada periode ybs. Sisi kelam atau angka merah, tak pernah ditayangkan. Hanya sebagai bahas kajian akademis.

Rakyat yang buta politik sudah tidak bisa diintimidasi. Modus hoaks atau berita bohong dari sumber resmi, menjadi senjata makan tuan, bumerang. Modus apa lagi yang akan dipakai.

Apa hubungannya dengan kepemulaan parpol maupun pemilih.

Pemilih pemula 2019 ataupun pemilih pemula di era pasca reformasi 21 Mei 1998, tentu sudah kenyang asam garam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Sikap apatis, nada antipati, ujar alergi, sinyal apriori pemilih pemula merupakan kilas balik, refleksi dari tindak tutur, tingkah laku penguasa. Ditarik mundur, ujung-ujungnya ketemu fakta bahwa parpol juara umum 2914 tak siap menang. Kendati oknum ketum dengan hak prerogatifnya ahli menangis. Biar dikira peduli nasib bangsa.

Paling runyam, juga yang dirasakan rakyat papan bawah, adanya parpol pemula yang hanya kedok atau perpanjangan kaki dan tangan. Sang oknum ketum ahli mengiba-hiba. Merasa bisa mengubah nasib bangsa jika sudah jadi presiden. Komplit plit derita anak bangsa pribumi di éra mégatéga.

Nasib penguasa bukan sekedar bak mahkota di ujung tanduk, tetapi memang siap disepak, didepak, didupak kesana-kemari dengan bebas aktif. Tanpa hak protes. Nèk ora manut,  péngin dikeplak opo dijitak. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar