praktik plutokrasi
= 100% skenario + 100% ambisi + 100% . . .
Perjalanan hidup bangsa dan negara Indonesia, sesuai
format waktu lima tahunan. Pesta demokrasi skala nasional sampai skala provinsi
dan kabupaten/kota. Karena menentukan nasib bangsa selama lima tahun ke depan,
maka aksinya menjadi mégaproyek.
Kecilnya biaya, rendahnya ongkos semakin realisitis
dalam skala kapitalis ketika biaya politik ikut menentukan.
Plutokrasi merupakan suatu sistem
pemerintahan yang mendasarkan suatu kekuasaan atas dasar kekayaan yang mereka
miliki. Mengambil kata dari bahasa Yunani, Ploutos yang berarti kekayaan dan Kratos yang berarti kekuasaan.
Di NKRI, faham plutokrasi meningkat menjadi berhala
reformasi 3K (kaya, kuat, kuasa).
Rangkaian pertanyaan klasik yang tak perlu jawaban. Siapakah
sebenarnya penyelenggara negara ini? Kalangan eksekutif+pihak legislatif+aparat
yudikatif? Atau sekelompok manusia dan/atau orang menikmati keuntungan
material, finansial yang sebagai konsekuensi logis dari kebijakan pemerintah di
negara ini? Bagaimana praktik kedaulatan rakyat? Apakah penguasa tunggal
pemerintahan hanya sebagai status, simbol?
Gaduh politik 2019, jauh tahun sudah melanda. Bahkan,
usai janji/sumpah jabatan, langsung argo politik resmi berdetak. Soal siapa
akan menjadi apa, sudah bisa diprediksi.
Rakyat sulit melupakan fakta bahwa modus politik
sangat ditentukan oleh skenarionya. Tolok ukurnya sederhana, yaitu mampu
mengaduk-aduk emosi, mengudak-udak enerji penonton. Utamakan kemasan, tampilan
luar. Ujaran kebencian dioplos dengan ujaran kebohongan politik bisa menjadikan
loyang tampak berkilau bak emas.
Jadi, selama antara haram dengan halal di syahwat
politik, hanya beda tipis. Pembaca tak perlu resah, gelisah. Wallahu a’lam
bisshawab. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar