Halaman

Senin, 26 Maret 2018

praktik plutokrasi = 100% skenario + 100% ambisi + 100% . . .


praktik plutokrasi = 100% skenario + 100% ambisi + 100% . . .

Perjalanan hidup bangsa dan negara Indonesia, sesuai format waktu lima tahunan. Pesta demokrasi skala nasional sampai skala provinsi dan kabupaten/kota. Karena menentukan nasib bangsa selama lima tahun ke depan, maka aksinya menjadi mégaproyek.

Kecilnya biaya, rendahnya ongkos semakin realisitis dalam skala kapitalis ketika biaya politik ikut menentukan.

Plutokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang mendasarkan suatu kekuasaan atas dasar kekayaan yang mereka miliki. Mengambil kata dari bahasa Yunani, Ploutos yang berarti kekayaan dan Kratos yang berarti kekuasaan.

Di NKRI, faham plutokrasi meningkat menjadi berhala reformasi 3K (kaya, kuat, kuasa).

Rangkaian pertanyaan klasik yang tak perlu jawaban. Siapakah sebenarnya penyelenggara negara ini? Kalangan eksekutif+pihak legislatif+aparat yudikatif? Atau sekelompok manusia dan/atau orang menikmati keuntungan material, finansial yang sebagai konsekuensi logis dari kebijakan pemerintah di negara ini? Bagaimana praktik kedaulatan rakyat? Apakah penguasa tunggal pemerintahan hanya sebagai status, simbol?

Gaduh politik 2019, jauh tahun sudah melanda. Bahkan, usai janji/sumpah jabatan, langsung argo politik resmi berdetak. Soal siapa akan menjadi apa, sudah bisa diprediksi.

Rakyat sulit melupakan fakta bahwa modus politik sangat ditentukan oleh skenarionya. Tolok ukurnya sederhana, yaitu mampu mengaduk-aduk emosi, mengudak-udak enerji penonton. Utamakan kemasan, tampilan luar. Ujaran kebencian dioplos dengan ujaran kebohongan politik bisa menjadikan loyang tampak berkilau bak emas.

Jadi, selama antara haram dengan halal di syahwat politik, hanya beda tipis. Pembaca tak perlu resah, gelisah. Wallahu a’lam bisshawab. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar