saya sebatas
jamaah sewaktu-waktu, bukan 5 waktu
Ahad pertama Maret 2018. Bakda subuh,
sembari tunggu ustadz yang dijadwalkan memberikan ilmu agama. Acara diisi oleh
ketua DKM dan ketua Yayasan masjid.
Secara bergantian disampaikan hasil
kesepakatan rapat di rumah Pembina masjid, yang juga wakil rakyat kota tempat
penulis.
Karena umat Islam memandang masjid
sebagai bangunan yang harus dimuliakan, memang tak salah maupun tak kurang. Singkat
saja, akhirnya malah menjadi biang konflik. Di pihak lain, pihak yang
memakmurkan masjid – jabatan resmi – ingin jamaah merasa aman, nyaman.
Saat acara dengar pendapat Jemaah.
Masukan pertama menyoroti soal AD
dan ART. Diharapkan jangan kaku. Semua dilakukan demi umat Islam, bukan yang
lain. ART bisa ditinjau ulang.
Uneg-uneg kedua lebih memperhatikan
nasib jamaah perempuan saat sholat tarawih. Lantai dua khusus kaum perempuan. Mungkin,
karena usia diperbolehkan ambil tempat di bawah. Artinya, di emper, halaman
masjid. Akhirnya, banyak ibu-ibu yang solidaritas.
Biasanya, kalau sudah ada yang bicara,
yang lain terpancing. Saya memanfaatkan waktu berikutnya. Saya bilang, komen
saya dengan hak hanya sebatas jamaah. Bukan jamaah 5 waktu. Tepatnya, kapasitas
hanya sebagai jamaah sewaktu-waktu. Tidak bisa “dihitung” sehari berapa kali ke
masjid berjamaah.
Masukan saya sederhana saja. Ketua
DKM sebaiknya dipilih dari, oleh, untuk jamaah. Bukan hasil penjukkan pembesar
lingkungan.
Selebihnya masukan dari jamaah
seberang. Maksudnya satu kompleks tapi beda RW. Atau dari warga sekitar
kompleks.
Ternyata, justru jamaah 5 waktu
lebih banyak yang ambil sikap sebagai pendengar. Acara beleum selesai, waktu
menujukkan pukul 6 am. Sebagian jamaah mulai menegakkan sholat isyra’.
Karena makanan ringan dan teh hangat
sudah sedia di emper masjid. Acara selesai. Lanjut bincang di luar.
Rasanya, jamaah yang selama ini vokal,
saat silaturahmi tadi, tampak bungkam. Takut salah omong. Bukan juga. Karena pakai
model obrolan warung kopi. Dia bicara, orang mendengarkan. Seolah menyimak,
padahal karena satu lokasi duduk. Di emper masjid, masih saja ada jamaah yang
baru bisa sumbang saran.
Nyaris lupa, saat acara di dalam
masjid, tampaknya jamaah kaum perempuan seperti membuat forum diskusi sendiri. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar