Halaman

Kamis, 08 Maret 2018

rumah makan politik, ambil kuah dihitung lauk satu piring



rumah makan politik, ambil kuah dihitung lauk satu piring

Pengusaha politik skala rumah tangga pun, tak mau merugi. Paribasan tuna sathak bathi sanak = rugi pétungan (dhuwit, bandha), nanging bathi pasaduluran, tambah sedulur, tidak berlaku. Seribu demi seribu dikolek secara tekun, jangan sampai ada yang terliwati.

Sebegitunya. Memang begitulah prinsip manusia ekonomi saat bertransaksi urusan dunia. Diramu dengan mental manusia politik atau berfikir cari aman, maka segala cara menjadi halal, legal dan masuk akal.

Makanan cepat saji. Ajang pesta demokrasi menjadi incaran. Kontingen pemakan datang. Langsung digiring ke meja yang masih kosong. Minimal bekas orang. Piring kotor masih nongkrong.

Pelayan tanpa tanya, langsung membersihkan meja. Pelayan lain langsung menata lauk di meja. Yang ada di etalase diboyong. Sigap, pelayan meletakkan sepiring nasi, wijikan atau kobokan di depan peserta pesta demokrasi.

Makan siang ceritanya. Masuk biaya politik. Perut kenyang dan kata sepakat didapat. Sementara sudah dirancang ancar-ancar untuk makan siang kesempatan mendatang. Selama masa kampanye.

Perut dimanja dengan banyak pilihan lauk. Si cerdas menjadikan lauk sebagai nasi. Porsi kuli. Agar tampak makan santun. Mau tambah, pakai cara pakai piring yang bersih. Mulai dari nol. Mulut masih komat-kamit, mata jelalatan melirik lawan makan.

Aneka hidangn lauk berbahahn dasar daging maupun ikan, sikat habis. Kuah yang adalah santan, tuang ke piring yang sudah munjung. Agar lauk di pring masih tampak utuh, ambil kuahnya saja dengan sendok. Agar tidak bergelepotan.

Namanya makan cepat, diburu acara “makan” di lain tempat. Satu pelayan membereskan lauk sambil teriak. Pelayan yang lain dengan sigap, tanpa cek ulang, langsung mencatat di bon. Tak mau pusing dengan fakta lauk. Terjadilah mark up harga. Kecuil ada harganya, prinsip rumah makan. Ibarat satu kata bisa menentukan penafsiran pasal hukum.

Penyandang dana sepertinya juga pamer aksi. Tanya berapa juta yang harus dibayar. Sambil keluarkan uang gesek. Kendati rumah makan pinggir jalan raya, tak berlaku e-toll. Harus bayar pakai uang Rp.

Kejadian perkara di atas, lokasinya tepat berada di rumah makan atau rumah makan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar