paket ujaran kebencian negara,
berita politik vs berita kriminal
Ketika gawai atau gadget yang
merupakan ciri era digital, yang memakan “korban” anak di bawah umur. Atau pihak
yang belum saatnya mengenal nomor seluler terpapar dampak negatif secara
sistematis.
Kemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) mempengaruhi ruang gerak media massa. TIK mampu menterjemahkan
isi hati penguasa atau sebagai pelipur duka bangsa. Bahkan, memang sejak dulu
kala, bahwasanya media massa sebagai kekuatan tersendiri.
Berita fasik atau sebutan lainnya,
memang menjadi bidang garap. Apalagi terkait sifat komersial atau profit
oriented. Menjadi alat atau perpanjangan tangan sistem sebangsa
kapitalisme. Boneka lucu ada di NKRI, pemain bayaran karena kemampuannya
mengelola sebuah media massa nasional. Tak perlu disebut siapa dan kappa kejadiannya.
Sebuah foto lebih bunyi dibanding seratus
kata. Tergantung daya ideologi yang membacanya. Diam itu emas, tak berlaku bagi
penguasa yang berbasis asa ‘garang garing’.
Revolusi berita menjadikan tak ada saringan,
sensor, filter atas berita nyata. Semua kejadian perkara di masyarakat, akibat
sistem berbangsa dan bernegara, layak bebas tayang.
Rakyat dihibur dengan tayangan yang
satu karakter namun beda watak. Mana berita resmi kenegaraan dengan berita
liputan langsung kesibukkan luar biasa di jalan, tak ada beda. Beda tipis, satu
bahasa.
Terkadang, mana yang tampang
kriminil dengan raut wajah pejabat, nyonyor dan nyinyirnya menunjukkan satu
kasta. Apalagi kalau sibuk dengan koar cuap, ucap, ujar menunjukkan borok diri.
Artinya, hanya punyai borok setitik. Yang besar sudah diborong pihak yang
berseberangan.
Kriminal politik atau kriminal gedongan
bebas aktif bareng kriminal jalanan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar