Halaman

Minggu, 04 Maret 2018

capres alternatif 2019 dan siklus 20 tahun



capres alternatif 2019 dan siklus 20 tahun

Bagi anak bangsa pribumi, putera-puteri asli daerah, kaum bumiputera yang untuk pertama kalinya mengantongi hak pilih (karena faktor “U” atau ketentuan lainnya), di pemilihan umum pertama 1999 pasca Orde Baru, sampai detik ini semoga sudah bisa menikmati humor politik.

Menu politik selama 20 tahun, 1999-2019, tentu sudah berubah drastis. Walau menu lama tak akan pernah basi. Sesuai asas, ideologi tak akan ada matinya. Anak cucu yuridis ideologis seolah menjadi sang pewaris.

Bagi yang lahir di tahun 1999, tentunya belum bisa menggunakan hak pilihnya di pesta demokrasi 2014. Namun sudah bisa membaca peta politik dan ketahanan moral manusia politik, orang partai.

Bahan ajar Pancasila sejalan dengan pengetahuan tentang pelaku sejarah.

Menimbang, bahwa pemilu 1999 merupakan kompromi untuk mempercepat atau mengajukan pemilu 2002. Justru ini membawa warna politik para parpol pesertanya.

Dampaknya pada menu nasakom besutan Orde Lama, muncul dengan wadah baru. Gonjang-ganjing politik selama periode 1999-2004, ternyata sebagai cikal bakal pembentukan karakter politik.

Mengingat, bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara acap kali tidak sinkron dengan kehidupan bermasyarakat.

Dua periode 2004-2009 dan 2009-2014 yang menghasilkan presiden keenam, dipastikan membawa efek domino.

Terbukti dan tak heran serta tak layak diperdebatkan. Parpol juara umum pesta demokrasi 2014 adalah parpol yang tidak siap menang. Walhasil, intervensi investor politik global, terasa di pola pemerintahan 2014-2019. Sindikasi kekuatan asing sudah menjadi lagu wajib penguasa. Merajalelanya daya kendali manusia ekonomi.

Tak salah jika disimpulkan atau ditarik benang merahnya, akan ada adu suara antara menu nasakom Orde Lama dengan modus single majority Orde Baru. Yang tetap keluar sebagai juara umum adalah manusia ekonomi. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar