Halaman

Senin, 12 Maret 2018

politik untuk politik



politik untuk politik

Singkat, ringkas, jelas dan tak bertélé-télé. Makanya tak perlu heran. Pelaku politik sering kali bertingkah laku yang tak bisa diukur dengan moral. Jangan dikaitkan dengan norma wong timur. Yang berlaku resmi hanya bahasa politik dan hukum politik.

Saking banyaknya contoh, bahkan melebihi karakter yang ada di dunia pewayangan. Tak pandang jenis kelamin. Lepas dari gelar akademis maupun sangkan paraning dumadi. Sopo kuwi, kuwi sopo. Justru ungkapan memakai bahasa Jawa yang terjadi dengan nyata.

Ironis binti miris, bahwa karena politik Indonesia garing di luar negeri, lantas garang di dalam negeri sendiri.

Historis memang politik dalam arti partai politik lebih tua katimbang usia Pancasila yang dijadikan ideologi negara. Anomali propaganda kisah sukses penguasa. Propaganda dan pengganda isu SARA berbasis ujaran kebohongan.

Modus pelaku, petugas, pemain, penggila, penggiat politik bersifat spékulatif. Untung-untungan. Asal balik modal. Kader jenggot, kader karbitan atau kader karena pemodal yang bisa eksis dan berkibar. Seleksi alamiah adalah saringan pasal tipikor.

Penyandang gelar tipikor malah menjadikan ysb tersohor. Punya pamor. Karena memang pejuang dan pahlawan ideologi. berani malu dan tak punya rasa takut keluar masuk penjara.

Jadi, selama lautan sebagai sumber garam dan asam di gunung, maka manusia dan/atau orang politik yang kenyang makan asam garam. Tak ada matinya bagi anak cucu ideologis. Wallahu a’lam bisshawab. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar