Politik Mukiyo,
Makan Hati vs Sakit Hati
Sebagai bangsa besar, banyak populasi penduduknya,
nomor 4 di dunia. Acap Indonesia dipecundangi oleh negara tetangga yang jumlah
penduduknya bukan tandingan. Menghadapi negara yang lebih besar, lebih berlipat
jumlah penduduknya, Indonesia bermain aman.
Berbagai kasus, aneka kejadian perkara, kalau ditotal
jenderal sampai bintang empat,, sudah sampai skala Indonesia mengkhianati Ibu
Pertiwi. Mengkambinghitamkan pihak lemah, bukan masalah.
Jadi kedaulatan ideologi idealnya adalah ideologi
lokal, yang digali dan dikemas dari, oleh, untuk bangsa dan negara. Menguasai pasar
tradisional tanpa mengandalkan campur tangan asing. Artinya, bahan baku
ideologi tersedia di pasar bebas rakyat dan masyarakat konsumen.
Rakyat sebagai penguna utama, dapat memanfaatkan daya
ideologi bangsa.
Ketika presiden sekaligus bertindak sebagai Kepala Partai
yang berkuasa, sehingga kekuasaannya sangat luas. Termasuk menentukan urusan
dapur rumah tangga, keluarga rakyatnya. Suara rakyat sudah diformat hanya
sebatas hak pilih yang menjadi wajib.
Ketika demokrasi berarti kekuasaan rakyat, sebagai keyakinan
tentang konsep pemerintahan oleh rakyat
atau rule by the people. Kedaulatan ideologi cakupannya lebih luas dengan mempertimbangan status
negara kita sebagai negara multipartai. Pihak yang menyelenggarakan jalannya
negara dan roda pemerintahan, akibat sebagai juara umum pesta demokrasi. Pokoké menang
sekaligus bisa lunasi sakit hati yang terpendam dalam dendam paling dalam.
Pemerintah sudah kebal dengan intervensi asing. Walau makan
hati, hanya bisa mengelus dada, ambil nafas panjang. Akibat bagi kesehatan
jiwa, terbukti dengan penggunaan asas mégatéga ke urusan dalam negeri. Semakin
disanjung semakin linglung, bingung, limbung.
Jadi, nyatanya ekonomi dan politik, sebagai satu
kesatuan. Ditambah dengan hukum dan aneka ilmu. Tergantung pihak mana yang sedang
naik daun. Wallahu a’lam bisshawab. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar