utang di mata bukan
rakyat
Bermula dari
asas bahwasanya utang bisa menjadi komponen pembiayaan untuk mempercepat
pembangunan. Defisit anggaran bukan hanya dijaga pada batas aman, melainkan
juga efektif untuk membiayai belanja yang produktif. Dilaporkan, “Mengelola
Utang Sebagai Instrumen Pembiayaan”. Lanjut dengan “Utang Produktif Berdampak
Positif”.
Untuk
pembangunan yang produktif, maka Utang adalah salah satu jawabannya. Dengan
berutang, pemerintah dapat melaksanakan program-program yang sudah dicanangkan,
yaitu program jangka menengah dan program tahunan. Tentunya defisit yang
terarah mampu mendukung kegiatan produktif untuk meningkatkan kapasitas
produksi dan daya saing. Hal tersebut juga tak lepas dari pengelolaan kebijakan
fiskal yang sehat dan berkesinambungan, antara lain mengendalikan rasio utang
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Terkait
penggunaan utang, tentunya utang kita manfaatkan untuk kegiatan yang produktif.
Penggunaannya untuk membiayai belanja-belanja yang dimasukan di
Kementerian/Lembaga (K/L), yang sebelumnya ditetapkan bersama dengan DPR.
APBN kita saja telah
mengunci belanja untuk pendidikan 20 persen dan kesehatan 5 persen. Selain itu,
belanja produktif lainnya digunakan untuk belanja infrastruktur. Ini artinya, kita
berinvestasi untuk masa depan.
Pemerintah masih
membutuhkan utang untuk pembangunan di dalam negeri. Pemerintahan Presiden
Jokowi berkomitmen untuk melaksanakan kebijakan fiskal yang ekspansif dengan
tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Dalam kebijakan yang ekspansif,
kebutuhan belanja pembangunan menjadi prioritas. Saat ini, pendapatan negara
belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan belanja, sehingga pemerintah masih
mengambil kebijakan utang. Pengelolaan utang sebagai bagian dari pembiayaan di Indonesia
antara lain diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Di dalam aturan tersebut, defisit anggaran dibatasi tiga persen dari
Produk Domestik Bruto (PDB).
Menteri Keuangan
(Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan rasio utang Indonesia terhadap PDB
saat ini, yang berkisar 27,7 persen, telah mengalami penurunan dari 2016
sebesar 32 persen. “Jika dibandingkan penduduk Indonesia perkepala menanggung
utang USD997. Sementara Amerika Serikat yang dikatakan negara kuat dan kaya,
penduduknya perkepala menanggung utang hingga USD85.000. Jadi kita masih baik,”
kata Menkeu dalam kuliah umum bertema Prospek Ekonomi Indonesia 2017 dalam
acara HUT Media Indonesia ke-47, Kamis (19/1) di Jakarta.
Dalam teori ilmu
ekonomi, utang tidak dilarang. Porsi utang juga harus diperhatikan agar tidak
menabrak undang-undang. Di samping itu, pemerintah dipandang perlu secara terarah
memperhatikan sumber utang. “Lebih baik utang ke dalam negeri dan mengurangi
utang ke lembaga donor. Kedaulatan negara menjadi tidak tergadaikan,” lanjutnya.
Masih berlanjut.
Utuhnya silahkan simak Media Keuangan VOLUME XII / NO. 113 / FEBRUARI 2017. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar