[daya rusak vs daya rakus] politik nusantara: oposan,
oportunis, oplosan, opo-opo kerso
Politik
nusantara diibaratkan, diutarakan, diketengahkan bak pria berkonde. Lawan kata
dari kaum hawa kencing berlari. Menu politik yang berdaya tarik nasional,
berupa pemilu legislatif bareng pilpres.
Media asing
seolah sudah tahu kejadian di balik fakta yang menggurita. Indeks demokrasi
yang komponennya terasa kurang mewakili. Moral politik yang kian dipertanyakan.
Terjawab dengan pasal mégatéga, dalil supertéga maupun dalih serbatéga.
Ketika kaki
dan tangan manusia politik sudah tidak berkoalisi. Bahkan anti sinergi. Masing-masing
merasa berhak di depan, di atas maupun lebih dahulu. Eloknya, antara tangan
kanan dengan tangan kiri memang tak pernah berjabat tangan.
Tangan kanan
sibuk menerima, aktif mengambil. Maka daripada itu, tangan kiri layak dianggap
tak boleh tahu. Kalau perlu dikantongi, masuk saku celana. Atau sibuk yang
lain.
Namanya
kursi, singasana, takhta. Menjadikan manusia politik menjadi setengah orang. Daya
tampung diri melebih kapasitas perut. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar