Halaman

Selasa, 02 Juli 2019

[daya rusak vs daya rakus] politik nusantara: oposan, oportunis, oplosan, opo-opo kerso


[daya rusak vs daya rakus] politik nusantara: oposan, oportunis, oplosan, opo-opo kerso

Politik nusantara diibaratkan, diutarakan, diketengahkan bak pria berkonde. Lawan kata dari kaum hawa kencing berlari. Menu politik yang berdaya tarik nasional, berupa pemilu legislatif bareng pilpres.

Media asing seolah sudah tahu kejadian di balik fakta yang menggurita. Indeks demokrasi yang komponennya terasa kurang mewakili. Moral politik yang kian dipertanyakan. Terjawab dengan pasal mégatéga, dalil supertéga maupun dalih serbatéga.

Ketika kaki dan tangan manusia politik sudah tidak berkoalisi. Bahkan anti sinergi. Masing-masing merasa berhak di depan, di atas maupun lebih dahulu. Eloknya, antara tangan kanan dengan tangan kiri memang tak pernah berjabat tangan.

Tangan kanan sibuk menerima, aktif mengambil. Maka daripada itu, tangan kiri layak dianggap tak boleh tahu. Kalau perlu dikantongi, masuk saku celana. Atau sibuk yang lain.

Namanya kursi, singasana, takhta. Menjadikan manusia politik menjadi setengah orang. Daya tampung diri melebih kapasitas perut. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar