perangkap petaka
nusantara, side A vs side B
Lingkungan
habitat bisa merubah watak, karakter seseorang. Kian meningkat atau sebaliknya,
memutarbalikkan gawan bayen, sejak dari sono-nya. Jangan ditafsirkan,
lingkungan politik yang terbentuk jaub sebelum ada RI. Tetap mampu mewarnai
karakter diri dan terutama warna dan karakter sebuah partai politik.
Sebagai
negara pulau dan kepulauan, laut dan daratan nusantara berlomba untuk menjadi
bangsa terbuka, ramah, sigap dijelajah pihak manapun. Ingat lagu anak-anak “diobok-obok”.
Beda dengan di-ninabobo-kan oleh pemodal global. Pelaku usaha multinasional
mampu “menghargai” daya juang manusia politik sekaliber petugas partai.
Di balik
kisah sejarah, Firaun vs nabi Musa a.s. Dominasi karakter yang muncul di diri,
menjadi daya tarik manusia atau umatnya. Firaun dengan cerdas ideologi, bukan
bertindak sekedar petugas partai. Naluri bisnis iblis menjadikan dirinya merasa
bak tuhan. Penentu nasib orang dan bangsa. Musa yang dituntut kaumnya untuk
unjuk mukjizat, saat bencana politik hadir di setiap masalah akar rumput.
Anak bangsa
pribumi nusantara selalu berkembang. Sibuk mencari jati diri, citra pesona diri,
wibawa diri, standar pribadi. Minus, paceklik, darurat panutan nasional. Tokoh wayang
yang muncul, seolah hanya ganti busana. Kata yang punya kata, sepertinya tak ada
yang lebih bégo politik lagi.
Kian lama
berkubang di perusahaan politik keluarga, semakin jauh dari akar rumput. Pasti tak
tersentuh peradabab Pancasila. Pakai langsung standar dunia. Walau pemain klas
lokal.
Jadi,
sejarah akan berulang. Skenario Allah swt didelegasikan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar