béla negara mbokdé mukiyo, dudu ngedol negoro
Produk unggulan para penggagas,
pendiri bahkan sampai proklamator RI. Sebut saja ‘bela negara’. Bukan sekedar
gerakan aksi nasional karena ada anggaran atau sumber dana. Jauh dari pola
sertifikasi bertingkat sesuai jam pelajaran. Tak ada maksud nantinya muncul
model loyalitas berganda, berlapis, dinamis. Semisal, bela juragan, bela yang
bayar, bela yang bagi-bagi kursi.
Apa memang ada produk sampingan,
turunan, ikutan atau efek. Yang mana, dimana, daripada kejadian ekspor asap
gratis ke negera sebelah. Titik panas yang muncul bergantian tak kenal musim,
menghias wajah peta nusantara. Karhutla menjadi simbol, status gegap gempita
pembangunan di semua lokasi ‘tak bertuan’ untuk membuktikan siapa tuan
sebenarnya.
Pernah terjadi, tanah dan jenis
saudara dekatnya, bermanfaat untuk menimbun, mengurug pantai Singapura menjadi
daratan. Reklamasi pantai. Beda cerita dengan perjuangan hidup nelayan Madura. Uber
ikan di lautannya sampai masuk halaman negara lain.
Bayangkan, kian tinggi klas
rakyat. Tanah-air bisa dilipat. Kandungan isi perut bumi, mampu mengkayakan
negara adidaya. Meng-emas-kan negara lain. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar