Halaman

Minggu, 07 Juli 2019

bangga menjadi bangsa primitif


bangga menjadi bangsa primitif

Pembangunan manusia seutuhnya di zaman Orde Baru. Degradasi asupan gizi politik lokal kalah tenar dengan intervensi, penetrasi politik semiglobal. Juga tidak. Bukti ringan, malah warisan ‘nasakom’ tertata di tangan ahlinya, ahli waris alias anak cucu ideologi.

Ideologi tak ada matinya. Dogmatis melebihi fanatisme penganut agama langit maupun agama bumi. Sudah kukatakan, tepatnya melalui olahkata “busana politik menjadikan manusia menjadi setengah manusia”. Kutub lain dari “dedikasi pelanjut nusantara, pejah gesang ndèrèk panguwasa”.

Awal mula anak bangsa pribumi nusantara dengan cerdasi diri mendayagunakan kelima indra yang menjadi hak miliknya. Lepas dari kondisi ‘tuna’ atau sebaliknya yang super, hiper, kuper. Tuna laras, manusia berkebutuhan khusus serta masih banyak.

Berkat kecanggihan produk unggulan maupun produk dadakan TIK, ITE dan pasal lain. Kontribusi panca indra menurun drastis. Semisal komunikasi liwat perangkat media sosial atau sebutan ilmiah lainnya. Tak perlu pakai olah akal, aksi nalar, gaya logika.

Terbukti dengan model olok-olok politik. Kunyuk hitam pun bisa dilatih mengoperasikan. Beo, betet atau burung kicau bisa  dilatih mengoceh sesuai kebijakan pelatih.

Pihak lain, manusia kian memanjakan kaki. Jarak dekat agar hemat energi, pakai motor. Tampilan manusia politik yang serba hemat, minimalis, kembali ke zaman batu. Atau membuat peradaban anyar terbarukan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar