bangga menjadi bangsa primitif
Pembangunan
manusia seutuhnya di zaman Orde Baru. Degradasi asupan gizi politik lokal kalah
tenar dengan intervensi, penetrasi politik semiglobal. Juga tidak. Bukti
ringan, malah warisan ‘nasakom’ tertata di tangan ahlinya, ahli waris alias
anak cucu ideologi.
Ideologi
tak ada matinya. Dogmatis melebihi fanatisme penganut agama langit maupun agama
bumi. Sudah kukatakan, tepatnya melalui olahkata “busana politik menjadikan manusia menjadi setengah
manusia”. Kutub lain dari “dedikasi pelanjut nusantara, pejah gesang ndèrèk
panguwasa”.
Awal
mula anak bangsa pribumi nusantara dengan cerdasi diri mendayagunakan kelima
indra yang menjadi hak miliknya. Lepas dari kondisi ‘tuna’ atau sebaliknya yang
super, hiper, kuper. Tuna laras, manusia berkebutuhan khusus serta masih
banyak.
Berkat
kecanggihan produk unggulan maupun produk dadakan TIK, ITE dan pasal lain.
Kontribusi panca indra menurun drastis. Semisal komunikasi liwat perangkat
media sosial atau sebutan ilmiah lainnya. Tak perlu pakai olah akal, aksi
nalar, gaya logika.
Terbukti
dengan model olok-olok politik. Kunyuk hitam pun bisa dilatih mengoperasikan.
Beo, betet atau burung kicau bisa
dilatih mengoceh sesuai kebijakan pelatih.
Pihak
lain, manusia kian memanjakan kaki. Jarak dekat agar hemat energi, pakai motor.
Tampilan manusia politik yang serba hemat, minimalis, kembali ke zaman batu.
Atau membuat peradaban anyar terbarukan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar