reformasi nikmat
dunia nusantara, rekonsiliasi sejarah vs rekonstruksi politik
Meja
hijau butuh fakta langsung atas sebuah kasus kejadian perkara, sengketa hukum.
Bukan sekedar percaya pada saksi mata. Perlu adegan ulang. Bukan rekayasa
ulang. Pasal ‘main hakim sendiri’ dibilang dengan sebutan rekonstruksi.
Menyangkut penghilangan nyawa orang lain dengan sengaja, terencana dan
terkoordinasi antar pihak.
Bukan
cerita tentang hukum berpihak kepada siapa. Hukum buatan manusia jelas nyata vs
nyata jelas tergantung pada manusia yang sedang berperkara. Pasal yang
dilanggar. Pasal yang dikenakan. Pakai asas demokrasi. bukan berdasarkan norma,
apalagi acuan religi, agama. Suara terbanyak yang menentukan. Kanan bisa jadi
kiri. Kiri malah semakin kekiri.
Peribahasa
karena nila sebelanga, begitulah kejadian sesungguhnya pentas syahwat politik
nusantara. Menu dan format ‘nasakom’ warisan Orde Lama. Tetap bergulir memakai
kendaraan politik. Warga binaan pasca dimasyarakatan di lembaga pemasyarakatan.
Tergantung stigma yang dibangun penguasa. Koruptor klas kakap yang notabene
wong partai, manusia politik dan bagian dari penyelenggara negara, menjadi
penghuni terhormat di penjara dunia.
Juara
umum pemilu serentak rabu, 17 April 2019 sudah takut dengan bayang-bayang
sendiri. Bagi-bagi dosa mengajak kamar sebelah untuk sama rasa, sama rata, sama
raba.
Pemilih
cerdas 01, heran diri. sadar diri. Merasa kalau kawanan loyalis 01 sudah
ketahuan kandungan lokal. Karakter dasar “lepas dari moncong pemakan segala masuk ke rahang penyuka
semua”. Sesama antar mereka saling adu téga. Lengah
sedikit, ketiban sial banyak. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar