ngebak-ngebaki
jagadanata nusantara, dudu jokowi vs dudu prabowo
Maka daripada itu,
untuk memudahkan diri. Usai sholat fardhu, terutama sholat jumat di masjid
terjangkau pandangan mata. Pakai sandal dengan warna santai. Mudah ditebak,
gampang dilacak di antara kerumunan sandal aneka jenis warna, model bentuk,
bahan, ukuran. Kendati ku pulang agak belakangan. Usai doa bareng. Lengkapi ibadah
dengan sholat sunah, bakdiyah.
Parkir sandal
tidak membedakan gender. Kebanyakan berkumpul di depan pintu utama. Copot sandal
langsung menuju masjid. Tak pakai tolah-toleh. Soal sandal saling tumpang
tindih, memang karakternya. Selain diinjak, sandal juga bisa untuk alat resmi menginjak.
Jadi, sesama sandal saling main injak.
Persatuan antar
sandal, barisan bisa berantakan. Akibat penumpangnya adu cepat berebut pulang. Terkadang,
terjadilah salah sandal. Paling banyak salah injak. Bukan sandalnya diinjak-injak.
Demikianlah watak manusia, jika mempunyai tujuan yang sama, téga-téganya ‘main injak’.
Pasal injak-menginjak menjadi konstitusional, sah, legal sesuai asas yuridis
formal berbangsa, bernegara.
Warna sandal
didominasi warna gelap. Misi utama, jika kotor, terkena lumpur tidak menggangu
lingkungan. Kian dekil, dirasa aman dari salah comot dari pihak berwajib. Tidak
dicurigai yang empunya orang baik-baik. Kalau ulama masjid, diyakini pakai
sandal putih.
Warna sandal yang
kupilih, warna alam. Mendekati warna tanah, coklat. Warna air atau warna langit
(termasuk abu-abu, kelabu). Jarang yang pakai warna ngejreng, norak. Warna merah, biasanya sandal
anak-anak atau balita cewek. Emak-emak atau lawan jenisnya, kalau pakai sandal
merah. Jangan apriori bahwa ybs jarang ke masjid, bukan jamaah tetap. Asumsi keamanan,
biar sandal aman dari bidikan pengamat persandalan.
Jika pemilih
partai abangan menanjak, hasil pemilu serentak rabu, 17 April 2019, bukti ringan
membuktikan. Indonesia siaga satu dari tindak. Indonesia rawan. Indonesia sigap bencana politik periode lanjutan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar