semangkin paham martabat kursi
Sudah sedemikiankah statusnya. Padahal, kalau mau tahu saja, lebih daripda itu. Terus berproses melaju bersama waktu. Belum dapat disimpulkan, walau indikasi awal sudah terbaca. Kepengetahuan diri tentang perkursian sebagi simbol status dunia lebih mulia ketimbang harga diri.
Simak ulang judul jadul “asu mbalèni piringé vs panguwasa mbélani kursiné”, date modified 9/13/2018 7:45 PM. Lepas dari narasinya yang mungkin sudah ketinggalan selera.
Wajar bin lazim, jika anak bangsa pribumi, probumi, sukabumi subversi nusantara tulen. Kian bau tanah, semakin menjadi-jadi bak tua-tua kelapa. Sudah disodok, digalah, dijolok malah tambah betah. Merasa nyaman nangkring bebas. Aman nongkrong sampai puas.
Praktik demokrasi di akar rumput,
rakyat tapak tanah, bisa kita simak pada aspek pemilihan kepala desa. Asas timbal balik bisa
terwujud kasat mata, terasa nyata. Simak UU 6/2014 tentang Desa, dikisahkan ada
Penjelasan, khususnya demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat Desa
dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau dengan
persetujuan masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar