ikatan moral politik negara berbasis adab bermasyarakat dan berbangsa
Insan politik nusantara gemilang mencetak, nyata gilang cemerlang menggoalkan Perubahan Kedua UUD NRI 1945 pada tahun 2000. Antara lain pada:
BAB XA
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Tepatlah jika disimpulkan masyarakat sipil adalah penduduk secara teritorial geografis dan ikatan domisili. Bentukan formal berupa kerukunan. Ketika di lingkungan tempat tinggal, melepaskan atribut formal pekerjaan, mata pencaharian, profesional maupun jabatan kenegaraan Apalagi warna politik, tak laku di pergaulan lokal.. Mau dibilang pendatang, tak masalah untuk berkontribusi. Mau disebut penduduk asli, bukan halangan untuk berkolaborasi, berkoalisi.
Otoritas dan demokrasi lokal, efek otonomi daerah, menyebabkan politik etnik tidak akan tergantikan dengan satuan politik lain. Pelaku konsumen politik yang fanatik, menyebabkan kadar adab rawan, rentan, riskan terdegrasi secara internal. Pola distribusi, .sirkulasi perkursian nusantara menentukan nilai jual calon politisi di tingkat konsumen. Perut kosong bersuara garing. Mempertahankan martabat bangsa, menjaga wibawa negara sampai tumpukkan kursi terakhir.
Degradasi lingkungan politik tidak terlepas dari kehidupan sosial ekonomi setiap peradaban manusia politik. Khususnya pihak yang menentukan kebijakan partai. Serakah politik sudah melampaui ambang batas kesabaran alam. Manusia (serigala) politik dimana pun bercokol, mampu “menentukan” kebijakan alam.
Pasca merdeka, gerak aksi lompatan panjang, lompatan jauh menembus batas waktu, skala jarak dan sekat ruang, nusantara mendarat di hamparan reformasi. ‘Dasar negara’ bawaan proklamasi, menjadi bahan utama untuk saling melibas antar komponen bangsa. Menghilang sebagai bahan ajar pendidikan formal. Politik resmi dan baku menjad agama bumi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar