kriteria bau rakyat capres 2024, ini bunyi sunyinya
Hingga sampai pada 2024, atau 79 tahun NKRI merdeka. Tahunya rakyat hanya baru ada 7 (pitu) presiden. Sejarah punya catatan tersendiri. Jadi bahan baku disertasi. Bagi politisi sipil klas pecundang di era reformasi, lebih suka kuak rahasia dapur pihak lain. Bayangkan, analisa emosional tukang obral obrol jalanan, betapa capres petahana bisa kalah. Sekaligus menuding sinis ke pihakan spesialis capres.
Pokoknya, sepertinya tidak ada yang beres dengan modus multipartai. Semua serba bisa dan layak dikomentari. Mengacu plus mengaca pilpres 2004, 2009, 2014, 2019 yang mencetak nama SBY dan Jokowi. Terkesan tidak ada kesan buat modal menentukan nasib menuju NKRI 100 tahun, Tahun Emas. Ideologi yang menjiwai bentukan partai politik, kian tidak berjiwa. Jiwa tersisa tinggal ambisi politik rebut kursi secara konstitusional. Ini mah “kambing hitam” lebih paham.
Format demi kepentingan rakyat berbalik fakta menjadi rakyat berjuang secara mandiri demi raih kebutuhan klas rakyat. Mural “tuhan aku lapar” dijadikan olok-olok politik. Sejalan, mengimbangi baliho senonoh secara politis. Rumusan bertata negara tentang apa itu “wakil rakyat” kian pudar, suram. Kinerja, kiprah, kontribusi “wakil daerah” bisa dilacak kasat mata rekam jejak petingginya. Seolah sudah tidak ada pihak yang lebih berpecundang menurut undang-undang. Efek demokrasi menang suara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar