urusan
perut, lihat mulut sendiri
Wajar
jika kisah wayang banyak versinya. Tergantung
lokus atau tempat kejadian perkara. Diperkuat pihak yang ingin mengkisahkannya.
Bagaimana interaksi modus manusia di bumi dengan babakan skenario petugas
wayang di panggung dunia.
Siklus
hidup manusia, mata rantai kehidupan manusia, tata niaga nilai-nilai
kemanusiaan yang mengembara di manusia, tidak bisa disamaratakan. Bukan hanya
itu, tidak demikian mudah ditarik benang merahnya. Asumsi atau kesimpulan,
maupun anomali serta sentimen yang tak berujung pangkal.
Perwatakan
yang menjadi pakem, standar wayang, ternyata kalah segala-galanya dengan kejadian
nyata di alam manusia. Iblis, setan, jin terkadang kalah lihai dengan tipudaya,
rekadaya, anekaperdaya yang dipraktikkan manusia.
Anak
bangsa pribumi, kaum bumiputera, putra putri asli daerah mampu melakoni adegan,
acara, atraksi apa saja. Kapan saja. Di mana saja. Sampai-sampai mereka sendiri
tak tahu sedang memerankan apa, emmainkan lakon apa. Terlebih jika kontrak
politik tersirat imbalan dunia di luar angan-angannya.
Bermula
dari budaya, menyekolahkan anaknya agar jadi orang. Agar tidak bodoh. Revolusi budaya
dilengkapi revolusi mental, banyak setelah jadi orang, lantas mau jadi apa
lagi. Terlebih sudah merasa pintar, cerdas, pandai.
Grafik
karir manusia politik merupakan kurve normal. Klimak, titik puncak, kulminasi atas
pada posisi wakil rakyat, kepala daerah, pembantu presiden bahkan presiden atau
petugas partai. Setelah itu bisa terjun bebas tak bertuan.
Pergolakan
antar manusia politik, bak buih, busa di ombak bebas aktif. Sampai kedalaman
dasar samudera, akar rumput, tetap adem ayem. Bukan berarti bebas bencana
politik buatan manusia.
Secara
periodik terjadi pergantian busa, buih ombak kehidupan. Mereka yang membutuhkan
dukungan rakyat agar tetap eksis. Bukan sebaliknya. Mengkhianati kepercayaan
rakyat, jelas bukan akibat dari hasutan, bisikan, bujuk rayu, ajakan iblis dengan
koalisi, kroninya.
Sadar
diri rakyat dengan posisinya, tetap teguh menegakkan keutuhan NKRI. Diamnya rakyat
yang pemaklum, membuat suara langit yang bicara. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar