Halaman

Rabu, 31 Oktober 2018

Indonesia-ku, guyonmu kurang maton margo kakéhan pangkon


Indonesia-ku, guyonmu kurang maton margo kakéhan pangkon

Sensitivitas anak bangsa pribumi yang masih doyan nasi, sesuai gelombang politik yang menerpa jidatnya. Melihat orang jalan cepat, langsung ikut reaksi cepat. Menyimak lawan jenis melintas di depan hidungnya, langsung kembang kempis. Membaca ujaran kebencian, belum-belum sudah terangsang untuk menyonyorkan diri.

Di pihak lain, beda tempat sama waktu, putra-putri terbaik daerah yang benar dan baik, tetap adem ayem dengan segala ‘kata orang’. Dibilang anak sok tahu, memang lauk favoritnya tahu dan tempe. Yang mbilangin, udik yang sudah dimodifikasi habis-habisan. Pakai karoseri dalam negeri rasa asing. Warna kinclong mencorong.

Skala bangsa, pemerintah pun punya daya peka begitu pekanya. Dengar orang batuk 3x berturut-turut langsung terkena pasal menghina penguasa. Apalagi ketawa ditahan-tahan malah keluar kentut. Pasal makar menantinya.

Akhirnya, alam menguji kepekaan kita dengan uji bulanan. Sambung menyambung tanpa pemberitahuan. Mendadak digoreng di tempat agar terbukti panasnya nyata bukan rekayasa.

Kembali ke hukum berbanding lurus. Barangsiapa karena panggilan Ibu Pertiwi menjadikannya jauh dari rakyat, akan berbanding lurus dengan semakin rontoknya nilai-nilai Pancasila. Masuk ke transisi dengan dunia luar. Pasti rentan, riskan, rawan dengan sentuhan asing. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar