Halaman

Senin, 29 Oktober 2018

Indonesia darurat generasi over akal


Indonesia darurat generasi over akal

Melek teknologi informasi dan komunikasi (TIK) anak bangsa pribumi Nusantara sudah melampaui daya tampung, daya dukung dan daya dong-nya. Penyandang kategori wong ndeso pun, melek TIK melampaui fantasi politiknya.

Ironis binti miris, yang namanya pengamat politik klas lesehan sampai presiden seumur hidup sebuah partai politik, sudah menjadi korban peradaban berkemajuan berbasis TIK.

Generasi Nusantara tak ditentukan oleh batasan usia. Karena anak kemarin sore, anak bau kencur atau bahkan sejak dalam kandungan sudah ramah TIK. Dunia semakin sempit dan menyempitkan pertumbuhan jiwa raga. Pemain di dunia maya tak disyaratkan pendidikan formalnya. Asal bisa calistung, langsung masuk pasar bebas menulis. Merdeka berujar apapun.

Anak bangsa lebur dalam kekaburan manfaat TIK. Merasa menemukan jati diri, harga diri, citra diri, pesona diri. Sedemikian merasa keakuannya. Muncul konflik internal. Kaki tak percaya akan ketulusan tangan.

Tangan kanan sudah meinggalkan koordinasi denga tangan kiri.

Mana otak kanan, mana otak kiri, yang dominan malah otak yang disusupi gelombang TIK. Sejak revolusi TIK, semakin bangga dan yakin diri karena di tangannya menjadikan kaki tak kemana-kemana.

Pemain tunggal, bertanya sendiri dijawab sendiri. Mempertanyakan jawabannya sendiri. Terkèkèh sendiri. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar