ketika
Indonesia kekurangan Pancasila
Masa kampanye direncanakan mulai tanggal 13 Oktober 2018
sampai dengan 13 April 2019. Karena presiden aktif 2014-2019 mencapreskan
dirinya. Muncul kebijakan bahwasanya akibat pertimbangan akal sehat politis,
maka masa kampanye diubah menjadi 24 September 2018 – 13 April 2019. Tidak ada minggu senyap.
Memanjang ke depan masa kampanye, agar tak terjadi curi
start secara konstitusional.
Menurut hasil potret udara lingkungan strategis Nusantara,
tak tampak wajah Pancasila. Hanya di beberapa tempat tampak potongan mirip
bagian dari Pancasila. Diperjelas, tampak nyata NKRI sebagai negara
multipartai. Warna merah nyaris merata sampai gugusan pulau kecil tak bertuan.
Agak merendah, fokus pada batas wilayah NKRI, tampak
pusaraan warna merah tua di lokasi yang padat penduduk. Kawasan padat penduduk,
padat bangunan yang kontradiktif dengan situasi pulau reklamasi pantai utara
Jakarta. Pengawal udara nasional, Gatotkaca, hanya bisa tepuk jidat sambil
menguap kebingungan.
Di darat, tampak kerumunan manusia politik yang terpisah nyata
dengan teritorial habitat rakyat. Mereka tampak sibuk dengan aneka kesibukkan. Ibarat
sebutir kacang tanah yang sedang direbus. Bergejolak bebas aktif. Beberapa lapis.
Masuk atmosfir bumi, ternyata dasar negara rasa-rasanya
mukamu jauh. Kesaktian Pancasila berubah menjadi senjata pemukul, senjata
pemusnah bagi lawan politik, musuh rakyat, pihak berseberangan.
Nusantara tertutup, terselimut, terbungkus Pancasila kemasan
baru. Komponen lokal hanya pada tulisan “Pancasila”. Selebihnya memang klas
dunia. Pancasila meninggalkan kita atau sebaliknya. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar