Halaman

Kamis, 04 Oktober 2018

memanusiakan manusia Indonesia seutuhnya

memanusiakan manusia Indonesia seutuhnya

Judul di atas, setengah kejadian pernah terjadi nyata. Bagian vital dari pola pembangunan nasional. Soal memakai APBN dari ULN, tidak jadi masalah. Benar kata wong lugu. Uang utangan kok dipakai membangun manusia, apa jadinya vs jadinya apa. Sudah terlanjur jadi bubur yang gurih, renyah dan mewaraskan.

Mulai dari mana vs mulai dari siapa yang harus dimanusiakan.

Hidup bermasyarakat yang semula adem ayem, mulai bangkit waspada saling curiga. Polisi dengan cerdasnya mengenalkan istilah ujaran kebencian. Lanjut atau merupakan sinyal akan muncul penistaan agama. Secara konstitusional pelaku dipelihara oleh negara.

Mulanya biasa saja. Modal rekam jejak, lajak dan endus tapak, Polri mampu meramu, merakit, mengoplos produk hukum SE Kapolri Nomor : SE/6/X/2015 tanggal 8 Oktober 2015  tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech).

Standar apa yang dipakai, tentu berdasarkan pertimbangan kemungkinan kasus yang pernah, sedang, masih, akan selalu terjadi. Kita tidak tahu apakah modus yang akan dilakukan Polri bersifat prévéntif, réprésif, kuratif.  Atau pertimbangan praktis belaka. Atau bukti loyalitas total jenderal kepada penguasa. Atau-atau yang lain.

RPJMN 2015-2019 menyuratkan plus menyiratkan keberadaan peradaban manusia politik, nasib harian manusia sosial, maupun daya cengkeram manusia ekonomi. Diperkuat dengan masyarakat kurang beruntung sampai rentang daerah yang kurung beruntung. Sedot untung oleh pihak luar.

Posisi hak politik rakyat pemilih, sesuai pakem terdapat strata permanent underclass. Agak beruntung karena ada parpol yang katanya pro-rakyat, muncul klas uneducated people.

Pasal tindak pidana korupsi menjadi hak milik kawanan parpolis. Khususnya dari koalisi pro-pemerintah. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar