Halaman

Selasa, 30 Oktober 2018

klasik, saat asyik jaga persatuan dan keutuhan NKRI


klasik, saat asyik jaga persatuan dan keutuhan NKRI

Nilai jual, nilai tukar, daya juang, daya saing kepala daerah (gubernur, bupati / walikota) sudah mampu menembus permukaan dan membentuk lapisan atas. Aroma irama politik merupakan kombinasi, perpaduan, hasil kawin silang, resultan dari tindakan amoral, asusila serta pasal lainnya. Pelaku aktif LGBT jelas kalah klas.

Kendati Pancasila memang ada lima sila. Perjalanan peradaban berkemajuan lurus anak bangsa pribumi Nusantara, menjadikan merahnya Merah-Putih semakin merah. Kandungan komponen lokal ideologi, tepat modus politik, sudah semakin surut.

NKRI harga mati diartikan dengan pembakaran bendera tauhid di sela-sela perayaan nasiona Hari Santri 22 Oktober 2018. Karena pelakunya masuk kategori generasi tak bertuan, maka pihak yang dianggap paling bersalah adalah si pembuat video. Artinya, jauh di sana memang jamak kalau ada perilaku anti-NKRI di dalam negeri.

Perilaku pengusa yang dengan garang unjuk kuasa, pamer kuat, demo kaya bukan tanpa sengaja. Skenario setan terunggul adalah menceraiberaikan NKRI. Diinspirasi kalau setan mampu mejadikan pasutri cerai, dianggap layak maju ke periode atau tahapan selanjutnya. Juga tidak. Diharapkan mencari korban lainnya. Kalangan pesohor menjadi ladang empuk setan untuk bermanuver.

Tampaknya NKRI bak gelas retak. Tam[pak utuh. Namun rawan, riskan, rentan berkeping-keping. Politik adalat alat pemersatu sekaligus pemecah. Manusia politik tipe satu periode, satu musim. lebih mengandalkan akal manusia ekonomi. Apapun bisa dilipat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar