gagal paham politik
démagogi penguasa
Masih terjadi modus klasik dengan menebar sénsasi
politik, menabur séntimén politik. Propaganda penguasa plus pengandaan dengan
menayangkan kinerjanya, bukti kisah sukses. Justru adalah kewajiban sebagai
presiden. Kecuali kalau merasa hanya sebatas petugas partai.
Walhasil, generasi pribumi Nusantara terjangkit trémor politik. Efek
domino terasa dengan munculnya generasi pribumi Nusantara. Sebutan generasi tak
tergantung batasan umur, usia atau tanggal kelahiran. Untuk semua umur, lintas
usia. Pokoknya manusia dan atau orang Indonesia yang hidup di periode
2014-2019. Karena sama-sama mengalami bencana politik, cuma beda kadar gempa.
Ironis binti miris, gelar akademis tak menjamin ybs
tak terjangkit emosi labil.
Sah-sah saja jika presiden aktif 2014-2019 berniat
lanjut ke periode kedua. Ybs tahu betul emosi rakyat yang labil. Sentuhan sedikit
saja, emosi rakyat langsung menyala dan menyalak. Sesuai dengan artian
sederhana tentang démagogi. Sebagai politik untuk memperoleh kekuasaan dengan
jalan menghasut dan membangkitkan emosi rakyat.
Gampangannya, generasi pribumi Nusantara yang cepat
melek TIK, khususnya pada penggunaan internet, fokus pada media sosial. Fakta
seutuhnya sudah jadi rahasia umum. Ingat judul “pada galibnya, hoaks adalah
produk unggulan penguasa”.
Bagaimana kadar emosi generasi pribumi Nusantara
yang menu hariannya tak bisa lepas dari pengaruh TIK. Terkontaminasi sejak
dalam kandungan. Sensor asupan gizi ideologi, tak berfungsi atau nyaris tak
peka. Daya tahan terhadap benturan ideologi yang tampak penuh gaya, sepertinya
malah bangga kalau jadi korban. Merasa diperhatikan oleh penguasa.
Karena emosi yang bicara. Semua informasi ditelan
mentah-mentah. Anak bangsa pribumi yang masuk usia non-produktif. Yang cel
darah merah politiknya tidak pernah bekerja. Mendadak menjadi ikut beringas.
Tak mau kalah garang dengan generasi yang notabene seumur anaknya. HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar