Halaman

Senin, 08 Oktober 2018

romantika ulama Nusantara terjebak taruhan politik


romantika ulama Nusantara terjebak taruhan politik

Sejarah umat manusia, khususnya perjalanan ketauhidan, akan berulang dengan intensitas sesuai zamannya. Macam Fir’aun akan muncul di tempat dan waktu yang jauh berbeda. Semua pihak bisa belajar darinya.

Di negara yang agama langit, agama bumi maupun aliran kepercayaan diakui, seolah menjadi ajang pengulangan sejarah Fir’aun.

Tanpa talenta anak bangsa pribumi, sebagai generasi tanggung. Kenapa memakai ungkapan ‘tanggung’. Tak perlu basa-basi, karena masuk kategori nasionalis, jelas  bukan; dibilang agamais, relijius, jelas tidak.

Ajang pencarian bakat untuk menjadi pemimpin bangsa, kalah cepat dengan pergerakan manusia ekonomi. Pendidikan politik memang tampak brilian di atas kertas. Kurikulum mengadop bangsa lain yang sudah jauh melaju. Yang tampak baik dan indah, diformulasikan sesuai karakter dasar manusia Nusantara.

Cerdas ideologi rakyat, yaitu bersifat cepat tanggap alias ahli komen. Budaya baca, hanya baca sekilas langsung buka mulut. Mudah terprovokasi jiwanya sendiri. Kalau sudah begini, tak perlu pasal penjelas.

Menu politik Nusantara menjadikan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara bebas bergerak mengkuti hukum politik. Kebebasan berideologi menjadi bebas bersyarat. Tolok ukurnya cukup sederhana, asal penguasa hatinya senang dan tenang.

Manusia ekonomi, sebut saja pengusaha, di tingkat lokal Nusantara sejak zaman penjajahan sudah menjadi langganan sejarah. Bagaimana mereka yang ‘satu bahasa’ dengan bangsa penjajah, memuluskan langkahnya dengan aneka upaya. Bersekutu dengan seteru vs berseteru dengan sekutu. makanya mereka tetap eksis di bawah penguasa siapa pun.

Jual beli nikmat dunia, mampu menarik minat oknum ulama Nusantara. Sudah terbaca jauh tahun sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945. Jadi, umat Islam hanya bisa ber-istighfar sekaligus ber-isti’azah.

Kendati mbahnya ulama ikut arus permainan politik praktis, bukan jaminan. Doa umat Islam yang diam dalam doanya. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar