memahami ikatan semu
antar genenerasi tak bertuan Nusantara
Alam bawah sadar kita sudah mampu membaca pratanda
zaman. Rangkaian sejarah sudah menyuratkan dan menyiratkan adanya fenomena
alam, buah busuk sebelum waktunya. Penyebab sementara yang layak diduga karena
pupuk kimia over dosis. Biang kerok terdeteksi lainnya adalah adanya daun
tertutupi zat kimia anti hama.
Menjadikan rumus kimia generasi penerus dan pewaris
masa depan bangsa, menjadi dengan struktur baru. Entah apa namanya. Revolusi digital
semakin memacu dan memicu prosesi dan suksesi daya adab.
Tanpa kuota impor, arus masuk budaya asing gratis
ongkir sampai di tangan bayi dalam kandungan. Tawuran antar anak didik beda
sekolah, menjadi berita ringan. Tak ada “lawan tanding”, terjadilah kenakalan
generasi dengan membakar bendera tauhid. Betul-betul melebihi makna “pagar
makan pagar”.
Sebagai negara multipartai, wajar kalau dasar
negara disesuaikan dengan bahan kampanye. Formulasi sejahtera Indonesia, lebih
menberi akses kepada pihak mana pun yang peduli dengan kondisi bangsa. Pemerintah
bayangan pun sudah melampaui hakikat otonomi daerah.
Peta politik secara awam tampak warna-warni, warna
pelangi, warna balonku ada lima atau warna dasar. Dari angkasa raya, merahnya
Merah-Putih semakin merah. Pemuda harapan pemudi, menjadi sekedar harapan
belaka. Walau bukan isapan jempol kaki. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar