Halaman

Selasa, 02 Oktober 2018

romantika pribumi Nusantara, bukan asumsi vs bukan anomali

romantika pribumi Nusantara, bukan asumsi vs bukan anomali

Anak bangsa pribumi (kadar primitif vs bursa primadona),  kaum bumiputera, silsilah putra putri asli daerah mampu melakoni adegan, acara, atraksi apa saja. Kapan saja. Di mana saja. Siapa saja sutradara merangkap aktor intelektual di balik layar. Sampai-sampai mereka sendiri tak tahu sedang memerankan apa, memainkan lakon apa. Terlebih jika kontrak politik tersirat imbalan dunia di luar jangkauan angan-angannya.

Kontrak politik dengan pemodal, bandar, investor multilevel, harus diutamakan realisasi konspirasi, skenarionya. Juru tagihnya tak mau repot. Satu periode masih belum balik modal. Lanjut ke modus utama. Jangan setengah main, atau sekedar cari angka. Kuasai lapangan dengan gaya bebas. Sulit ditebak ke mana larinya bola liar. Semakin diuber semakin meninggalkan batu sandungan.

Karakter dasar bangsa tidak bisa dikupas hanya dengan satu sampel. Semakin banyak sampel, semakin sulit menemukan jati diri. Ambil satu sampel pagi hari akan beda hasilnya dengan malam harinya. Pasang surut jiwa manusia tergantung enerji yang diserap. Antara kaki dan tangan, bisa bebas dan beda pilihan. Antara tangan kanan dengan tangan kiri seolah mau main sendiri, mau menang sendiri.

Siklus harian manusia tersamarkan oleh pergantian hari. Pemenuhan kebutuhan kalori sesuai standar hidup cerdas, mirip subsidi silang. Ekstra kalori agar bisa melaju kencang di jalur bebas hambatan, dipenuhi dengan model tambal sulam.

Perputaran amal amal manusia bersifat linier. Seiring dengan pejalanan waktu, pergantian hari. Jumat sebagai penghulu hari, khotib selalu mengingatkan agar khususnya dirinya dan umumnya jamaah untuk meningkatkan taqwa. Bagi kaum hawa, di rumah atau dimanapun, berkesempatan mendapatkan berkah jumat.

Peluang anak soleh, mulai kamis maghrib, panjatkan doa ampunan untuk kedua orangtua.

Menu politik Nusantara menjadikan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara bebas bergerak mengkuti hukum politik. Kebebasan berideologi menjadi bebas bersyarat. Tolok ukurnya cukup sederhana, asal penguasa hatinya senang dan tenang. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar