kiamat minimalis sudah
diberlakukan
Keluarga, rumah tangga anak bangsa
pribumi, hasil survei tanpa survei, sudah merasakan musibah. Terasa sangat
dengan kehilangan anggota keluarga yang terbaik. Mulai dari yang masih
lucu-lucunya sampai yang wajar karena usia.
Musuh negara yang diformat secara
konstitusional bertajuk kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan memang menjadi
musuh nyata penduduk, rakyat, masyarakat Nusantara.
Betapa pedulinya pemerintah terhadap
musuh negara. Memakai filosofi, satu musuh terasa sedikit, ratusan kawan terasa
banyak. Akhirnya NKRI merasa perlu ‘teman latih’ agar stabilitas siap komandan,
terjaga 24 jam.
Daerah tujuan wisata menjadikan
obyek wisata bergerak menjadi andalan. Kekayaan alam, potensi lingkungan menjadi
sumber utama pendapatan asli (kepala) daerah. Pilkada serentak membuat otonomi
di daerah semakin mewujudkan dinasti politik.
Pihak yang memfasilitasi perilaku
LGBT, diibaratkan atau diutarakan, bak parpol menyuburkan KKN warisan Orde
Baru. Menu politik ‘nasakom’ jangan dilupakan, sebagai warisan Orde Lama.
Di bawah pemerintah siapa pun,
ternyata ada ormas islam yang terjangkit wabah politik praktis, cinta dunia. Takut
bersaing. Nyaman di bawah ketiak partai politik. Wisata politik sejak zaman
penjajahan ini memang menjadi karakternya. Mau apa lagi. Kepala bebas tetapi ekor terkendali oleh penguasa.
Agaknya, lengkap sudah adab
bermasyarakat, berbangsa, bernegara yang menentang dan menantang kebijakan
penguasa alam. Kemajuan ekonomi bangsa disesuaikan dengan selera dan tuntutan
global. Tak ikut arus, akan tertelan terjangan penguasa ekonomi dunia. Asinnya garam
dapur rakyat rasa dunia.
Belum lagi bumbu praktik pengadaan
barang dan atau jasa yang malah menganaktirikan bangsa sendiri. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar