romantika
manusia Nusantara gampang terprovokasi jiwa sendiri
Lembaga survei berbayar
lunas di muka, tak mau melakukan survei siapa saja, pihak mana saja yang
menjadi pasien, pelanggan setia RSJ
(rumah sakit jiwa). Bukan karena takut kalau modus survei, mirip pendapat orang
gila.
Gila tak ada hubungan diplomatik
dengan sakit jiwa. Unsur kekerabatan masih kental. Lema ‘gila’ buklan lawan
kata ‘waras’. Betapa anak manusia yang gila jabatan, gila pangkat, gila hormat,
gila dunia, jelas benderang adalah orang waras, cerdas dan berani malu demi
tujuan.
Kesehatan jiwa bukan
hanya pada takaran medis, kedokteran, ilmu pengetahuan.
Agama tauhid yang sampai
akhir zaman dan melaju di akhiran, menjelaskan tentang macam jiwa manusia:
Pertama. Nafs ammarah (jiwa yang selalu menyuruh pada kejahatan);
Kedua. Nafs lawwamah (jiwa yang selalu menyesali);
Ketiga. Nafs muthmainnah (jiwa yang tenang).
Manusia diciptakan pada
bentuk yang terbaik. Lebih lanjut, Al Qur’an menjelaskan: Allah swt yang
menciptakan dan menyempurnakan penciptaan-Nya.
Membentuk manusia lalu membaguskan rupa. Dia membentuk rupa manusia dan
dibaguskan-Nya. Allah swt menyempurnakan
kejadian manusia dan menjadikan susunan tubuh manusia seimbang.
Masalahnya, proses
kemanfaatan jiwa raga, lahir batin, jasmani rokhani manusia sesuai perjalanan
waktu, terkadang tak seiring sejalan. Tak berimbang.
Menghadapi kicauan
dunia, jiwa manusia ikut andil. Ikut-ikutan sumbang suara. Antar manusia seolah
menjadi lawan kicau, lawan salak-menyalak. Bersahutan, sambung menyambung
menjadi satu dan dipelihara oelh negara. Menjadi alat negara untuk melanjutkan
ke periode kedua. Namanya politik. Menyiapkan aneka rupa batu untuk dilempar. Efek
domino melempar pasal ujaran kebencian, itulah yang diharapkan.
Waras politik yang
merasuk ke jiwa manusia politik, menjadi modal utama. Praktiknya malah membuktikan
dirinya berjiwa kerdil. Apa saja disantap, dilahap dan dibabat habis. Demi tujuan.
Jelas kan kawan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar