Halaman

Senin, 22 Oktober 2018

memformat ulang sosok santri Nusantara


memformat ulang sosok santri Nusantara

Bukan pada dahulu mana, antara pesantren dengan santri. Aspek bahasa, begitulah riwayatnya, ketika lema ‘santri’ mendapat awal ‘pe’ dan akhiran ‘an’. Juga tidak. Sistem pendidikan dengan anak didik diwajibkan tidak pulang ke rumah alias harus inap didik, mondok atau sebutan lainnya sampai lulus, tamat belajar.

Menimba ilmu umum ditambah dengan ilmu agama dalam satu paket, bukan pekerjaan mudah. Munculnya pola ini berawal dari belajar agama Islam. Sisi lain, penyebar agama Islam fokus pada beberapa murid. Perjalanan waktu, sifat kearifan Islam yang terpancar menjadi daya tarik. Perlawanan pun juga semakin nyata. Pihak yang berasaskan bermain kesempatan dalam kesempitan, tak kalah atraktif.

Masuknya agama Islam ke Nusantara, melalui jalur laut. Sebaliknya, bangsa pelaut Nusantara yang gemar melaut sampai negara tetangga saat itu. Pulangnya menjadi pendakwah. Berkembang di keluarga, lingkungan dan menjadi cikal bakal perguruan agama Islam secara tradisional.

Jangan kuatir nantinya tiap minggu akan ada hari besar nasional. Walau semua bukan hari libur. Penetapan hari nasional memang dari pemerintah berdasarkan fakta sejarah. Faktor pertimbangan tak akan lepas dari selera politik penguasa. Sejalan dengan penetapan hari (libur) nasional juga ditetapkannya tokoh penggerak kejadian. Kalau mau dan ada untung atau dampak politis.

Penetapan pendiri HMI sebagai pahlawan nasional, melalui perjuangan yang melampaui syarat diusulkan.

Salah satu kriteria penetapan hari nasional karena mengacu milik dunia. Semacam Hari Perempuan. Bukan sekedar ikut-ikutan, solidaritas atau membuat acara tandingan.

Merayakan hari nasional, mulai dari sebagai hari libur sampai diadakan upacara bendera. Lebih khusyuk lagi dengan acara renungan, doa bareng, makan bareng. Semakin asyik jika hari nasional menjadi milik segolongan anak bangsa pribumi. Beda dengan hari jadi kota, memang milik warga kota ybs.

Jadi dengan adanya hari santri, memang milik umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya. Diharapkan sebagai penyemangat akan artinya pendidikan berbasis, bernuansa Islam. Bukti manfaat dengan terjaganya keimanan, ketauhidan, keakidahan umat Islam di semua aneka lapisan masyarakat, klas penduduk, strata warga negara, kasta keluarga. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar