origami
vs seni melibas kepercayaan rakyat
Tak begitu salah jika dikatakan pergolakan politik hanya terjadi di
permukaan atas. Kinerja manusia politik bak buih, busa di ombak. Dasar kehidupan
bermasyarakat selalu terjadi dinamika, romantika yang menjadi karakter rakyat.
Banyaknya populasi disertai sebaran daratan hunian manusia, sangat
menentukan sistem pemerintah. Bentuk negara sudah jelas yaitu NKRI. Hubungan eksekutif
– legislatif – yudikatif tergantung kekuatan pasar. Ahli, pakar hukum selalu
kalah langkah dengan menu politik. Kepastian bentuk pemerintahan dipraktikkan
sambil jalan. Sistem tambal sulam.
Moral politik yang semula berbasis Pancasila, terdampak revolusi mental sesuai
hukum daya tarik bumi. Harga pasti bagi Pancasila, antara tanggal
pendeklarasian sampai uji kesaktian.
Ketika rakyat mempercayakan urusan bangsa dan negara kepada sekelompok
manusia politik, dipilih langsung. Hukum ekonomi sangat menentukan pesta
demokrasi dan jalannya demokrasi itu sendiri.
Negara maju pun untuk maju, perlu asupan ULN. Apalagi Indonesia. Sampai butuh
saja vs butuh banget investor politik. Perang dingin dunia sudah berakhir. Tidak
dengan Indonesia.
Kesenjangan, ketimpangan, atau sebutan lainnya, semakin menaikkan klas
rakyat, strata penduduk, kasta masyarakat. Peta udara menunjukkan dominasi
rakyat papan bawah. Fakta ini akan menyuburkan faham atéis, antimonotéis. Mereka
mampu melebur, merasuk ke partai politik.
Jika antar rakyat terjadi gesekan horizontal, friksi, akan menjadi pasal
utama agar penguasa menentukan kejadian luar biasa. Situasi darurat yang
membahayakan pemerintah. Tak heran jika aneka bebas ujar berbasis kebencian,
kebodohan, kebohongan dipelihara oleh negara. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar