Halaman

Selasa, 09 Oktober 2018

generasi tanggung Nusantara, sok tahu vs sok mau tahu


generasi tanggung Nusantara, sok tahu vs sok mau tahu

Bagaimana profil dan sosok anak bangsa pribumi yang lahir pasca reformasi 21 Mei 1998. Menggunakan hak politik sebagai pemilih di pemilu 2014, karena status pernikahan, bukan batasan usia/umur.

Pastinya saja, generasi pasca reformasi menjadi cepat matang politik. Lebih banyak melihat kenyataan di dunia politik. Melihat aneka tingkah laku manusia politik. Tak jarang ada acara, adegan, atraksi ‘binatang politik’ sedang beraksi. Apa saja lakonnya, siapa saja pelakonnya, susah membedakan mana pejuang mana pecundang.

Efek domino pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi, semakin melajukan nalar politik generasi. Semua langsang tancap gas meninggalkan landasan. Soal pakai ilmu atau tidak, bisa sambil praktik. Korban ringan dalam hitungan hari. Semakin cerdas akademis. Tunggu jangan keburu memfitnah.

Zaman sekarang, busana murah meriah menjadi hak semua kasta. Makanan cepat saji atau junk food menjadi menu bergensi. Muncul nasi kucing sebagai perimbangan peradaban. Invasi budaya asing langsung dicerna dengan seksama. Langsung menjadi acuan, panutan.

Cerdas ideologi generasi ini, sepertinya mudah terprovokasi jiwa sendiri. Gelar akademis tidak identik dengan kedewasaan membaca peta politik. Mereka punya idola, walau idola semu. Tak tahu kenapa mengidolakannya. Mungkin salah makan atau telan obat yang sudah kedaluwarsa.

Gaya loyalis penguasa, meracuni sadar politik generasi yang sibuk mencari jati diri. Apa guna partai politik, kalau negara jadinya hanya begini-begini saja. Tampilan manusia politik yang katanya sudah menghabiskan stok asam garam, kok cuma sebegitu saja.

Gonjang-ganjing politik semakin membara akibat mantan baju hijau tak mau kalah langkah. Kita masih punya waktu untuk berdoa. Peduli dengan nasib bangsa. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar