generasi
tanggung Nusantara, sok tahu vs sok mau tahu
Bagaimana profil dan
sosok anak bangsa pribumi yang lahir pasca reformasi 21 Mei 1998. Menggunakan hak
politik sebagai pemilih di pemilu 2014, karena status pernikahan, bukan batasan
usia/umur.
Pastinya saja, generasi
pasca reformasi menjadi cepat matang politik. Lebih banyak melihat kenyataan di
dunia politik. Melihat aneka tingkah laku manusia politik. Tak jarang ada
acara, adegan, atraksi ‘binatang politik’ sedang beraksi. Apa saja lakonnya,
siapa saja pelakonnya, susah membedakan mana pejuang mana pecundang.
Efek domino pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Komunikasi, semakin melajukan nalar politik generasi. Semua
langsang tancap gas meninggalkan landasan. Soal pakai ilmu atau tidak, bisa
sambil praktik. Korban ringan dalam hitungan hari. Semakin cerdas akademis. Tunggu
jangan keburu memfitnah.
Zaman sekarang, busana
murah meriah menjadi hak semua kasta. Makanan cepat saji atau junk food menjadi menu bergensi. Muncul nasi kucing sebagai
perimbangan peradaban. Invasi budaya asing langsung dicerna dengan seksama. Langsung
menjadi acuan, panutan.
Cerdas ideologi generasi
ini, sepertinya mudah terprovokasi jiwa sendiri. Gelar akademis tidak identik
dengan kedewasaan membaca peta politik. Mereka punya idola, walau idola semu. Tak
tahu kenapa mengidolakannya. Mungkin salah makan atau telan obat yang sudah
kedaluwarsa.
Gaya loyalis penguasa,
meracuni sadar politik generasi yang sibuk mencari jati diri. Apa guna partai
politik, kalau negara jadinya hanya begini-begini saja. Tampilan manusia
politik yang katanya sudah menghabiskan stok asam garam, kok cuma sebegitu
saja.
Gonjang-ganjing politik
semakin membara akibat mantan baju hijau tak mau kalah langkah. Kita masih
punya waktu untuk berdoa. Peduli dengan nasib bangsa. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar