ketika manusia
meninggalkan dan menanggalkan angka
Ilmu hitung, matematika suit diterapkan saat
interaksi sosial. Hubungan timbal balik hubungan antar manusia, saling berbagi
rezeki, nikmat dunia, bersifat sosial. Rasa kedermawanan menjadi tali pengikat
lestarinya pola hidup rukun, guyub. Menjadi ciri dasar komunitas masyarakat dalam
ikatan teritorial.
Musim kering menjadi tamu bersama, penduduk
mendadak bisa saling peduli. Sama-sama menggerutu untuk nasib yang sama. Bagi pengguna
pompa air sumur dalam, bisa dituding penyedot air lingkungan. Lapisan bumi
walau mirip kue lapis, tapi beda kandungan airnya.
Bagaimana warga memberlakukan halaman rumah, tanah pekarangan,
kebun akan menentukan daya resap air hujan. Semakin air hujan bebas masuk ke
dalam tanah, dipastikan air tanah permukaan terjaga.
Pasal urusan akhirat, urusan dengan Allah swt,
matematika buatan manusia, tak akan menggapai hitungan pahala. Setiap langkah
kaki dari rumah ke masjid, ada argo pahala. Sampai datang ke masjid sebelum
azan dan dapat shaf terdepan, kalkulasi pahala semakin tak bisa ditakar oleh
akal manusia.
Manusia dan atau orang mendadak lupa bahwasanya
kejar urusan dunia, secara matematis hanya akan mendapatkan hasil dunia saja. Kejar
dan utamakan urusan akhirat, tanpa mengkesampingkan kewajiban urusan dunia,
akan mendapat sinerja kedua urusan. Memang semua terjadinya kejadian terkait
dengan angka, bilangan.
Semakin manusia lepas dari urusan angka-angka,
justru angka-angka semakin memburunya. Betapa ibadah sholat fardhu lima waktu,
ditegakkan tepat waktu, Allah swt tak pakai hitung-hitungan saat menggelontorkan pahala. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar