anomali politik akhir
periode
Sebagai anak didik klas politik
nasional, petugas partai dipastikan rapornya didominasi warna biru. Angka 5 pun
berwarna biru, bukan angka mati. Artinya, total jenderal loyal kopral, tidak
perlu mengulang di klas yang sama. Penyalurannya entah kemana. Tergantung
kebijakan penguasa tunggal parpol pendukung.
Dijadikan presiden senior, hanya
akan mengganggu pendahulunya yang tak lain adalah pemegang hak prerogatif oknum
ketum parpol pengusungnya. Naik klas menjadi Sekjen ASEAN. Serahkan kepada ahlinya.
Hitung mundur waktu satu tahun
sampai batas waktu kontrak politik. Karena jam terbang, tak akan sport jantung.
Tetap menjalankan modus di éra mégatéga. Lebih nyata dan terang terus. Pola
memperkeruh suasana. Mengelus-elus satu kekuatan ormas berbasis Islam
tradisional. Berhasil sebagai juru pengamanan jalan di rute terakhir. Agar
bebas hambatan.
Kalkulasi biaya politik bukannya
mengurangi modal. Pergantian pekan, modal bertambah secara mengharukan. Pihak
mana saja, seperti main judi. Berharap sang jagoa menang lagi. Agar operasi
mereka di Nusantara tetap stabil. Mancing ikan besar, umpannya jangan
tanggung-tanggung. Apalagi tarif periode pertama sudah tak diberlakukan. Naik
lipat sesuai asas manfaat.
Kehidupan bangsa, bukan sekedar
dikondisikan. Ada beberapa anasir rakyat, unsur penduduk, elemen
masyarakat, yang harus dikorbankan. Siap
diperas, diserap hak pilihnya dengan dalih nasionalisme berkebangsaan. Minimal
diiming-imingi dengan hembusan angin surga. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar