Halaman

Senin, 22 Oktober 2018

pasal bebasnya manusia bebas


pasal bebasnya manusia bebas

Mulanya lema, kata ‘bebas’ hanya sekali tercantum di UUD NRI 1945. Irupun hanya di alenia ketiga Pembukaan (Preambule). Berkat reformasi yang bermula dari puncaknya, 21 Mei 1998, terjadilah perubahan UUD NRI 1945.

Walhasil, ‘bebas’ sebagai kata dasar dan atau kata asal, muncul di berbagai pasal. Melacak urutan muncul akibat pasal, akibat Perubahan Ketiga, Perubahan Kedua dan Perubahan Keempat. Lebih nyata lagi, silahkan simak dimaksud.

Bersyukur, makna ‘bebas’ tidak harus diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Bukan berarti pemerintah sudah tahu aturan main. Di lain pihak, si manusia bebas, tentu tidak bisa bebas sebebas-bebasnya. Bebas semau gué, katé mbahmu.

Negara Indonesia adalah negara hukum. Hukum di NKRI, tidak, belum mengatur kejahatan politik. Dosa politik tak tersentuh dan bebas dari sanksi maupun tuntutan pasal hukum. Karena tugas, tidak bisa dipidanakan. Sebagai harga mati.

Tidak ada hubungannya dengan kebijakan yang (juga) tidak bisa dipidanakan. Apa gunanya ada langkah yudicial review terhadap UU dan tentunya produk hukum yang mengikutinya. Apalagi ada dalih untuk kepentingan umum, rakyat, bangsa dan negara.

Makanya, ujarnya ki dalang Sobopawon, memang sulit mencari rute bebas hambatan. Ada saja pihak yang ahli di bidangnya. Dengan keahliannya ini, maka semua yang dilakukan – asal diterima oleh publik – menjadi konstitusional.

Gaduh politik 2019, jauh tahun sudah melanda. Bahkan, usai janji/sumpah jabatan, langsung argo politik resmi berdetak. Soal siapa akan menjadi apa, sudah bisa diprediksi. Jangan heran, jika waktu efektif penguasa hanya pada paruh awal 2014-2019. Sisanya untuk terjun bebas.

Jangan lupa, pemerintah agak gamang memberlakukan lema, kata ‘bebas’ pada produk hukum. Terasa nyata dengan PP 11/2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, sudah menyuratkan dengan nyata dan benderang di Pasal 1 ayat 1 :
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.     Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah pengelolaan pegawai negeri sipil untuk menghasilkan pegawai negeri sipil yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Penjelasan tentang “bebas dari intervensi politik” tak dijelaskan dalam PP dimaksud. Artinya, sudah rahasia umum. Sesuai pasal tak tertulis ‘tahu sama tahu’.

Seloroh politik menjelaskan, kepala dibiarkan bebas, tetapi ekor masih dipegang. Pemerintah sigap menerapkan pasal makar bagi manusia bebas yang tak sesuai skenario kebebasan yang merupakan kebijakan penguasa. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar