pasal bebasnya manusia
bebas
Mulanya lema, kata ‘bebas’ hanya sekali tercantum
di UUD NRI 1945. Irupun hanya di alenia ketiga Pembukaan (Preambule). Berkat reformasi
yang bermula dari puncaknya, 21 Mei 1998, terjadilah perubahan UUD NRI 1945.
Walhasil, ‘bebas’ sebagai kata dasar dan atau kata
asal, muncul di berbagai pasal. Melacak urutan muncul akibat pasal, akibat
Perubahan Ketiga, Perubahan Kedua dan Perubahan Keempat. Lebih nyata lagi,
silahkan simak dimaksud.
Bersyukur, makna ‘bebas’ tidak harus diatur lebih
lanjut dengan undang-undang. Bukan berarti pemerintah sudah tahu aturan main. Di
lain pihak, si manusia bebas, tentu tidak bisa bebas sebebas-bebasnya. Bebas semau
gué, katé mbahmu.
Negara Indonesia adalah negara hukum. Hukum di
NKRI, tidak, belum mengatur kejahatan politik. Dosa politik tak tersentuh dan
bebas dari sanksi maupun tuntutan pasal hukum. Karena tugas, tidak bisa
dipidanakan. Sebagai harga mati.
Tidak ada hubungannya dengan kebijakan yang (juga)
tidak bisa dipidanakan. Apa gunanya ada langkah yudicial review terhadap UU dan tentunya produk hukum yang mengikutinya.
Apalagi ada dalih untuk kepentingan umum, rakyat, bangsa dan negara.
Makanya, ujarnya ki dalang Sobopawon, memang sulit
mencari rute bebas hambatan. Ada saja pihak yang ahli di bidangnya. Dengan
keahliannya ini, maka semua yang dilakukan – asal diterima oleh publik –
menjadi konstitusional.
Gaduh politik 2019, jauh tahun sudah melanda.
Bahkan, usai janji/sumpah jabatan, langsung argo politik resmi berdetak. Soal
siapa akan menjadi apa, sudah bisa diprediksi. Jangan heran, jika waktu efektif
penguasa hanya pada paruh awal 2014-2019. Sisanya untuk terjun bebas.
Jangan lupa, pemerintah agak gamang memberlakukan
lema, kata ‘bebas’ pada produk hukum. Terasa nyata dengan PP 11/2017 tentang
Manajemen Pegawai Negeri Sipil, sudah menyuratkan dengan nyata dan benderang di
Pasal 1 ayat 1 :
Pasal 1
Dalam Peraturan
Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.
Manajemen Pegawai Negeri Sipil
adalah pengelolaan pegawai negeri sipil untuk menghasilkan pegawai negeri sipil
yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Penjelasan tentang “bebas dari intervensi
politik” tak dijelaskan dalam PP dimaksud. Artinya, sudah rahasia umum. Sesuai pasal
tak tertulis ‘tahu sama tahu’.
Seloroh politik menjelaskan, kepala dibiarkan
bebas, tetapi ekor masih dipegang. Pemerintah sigap menerapkan pasal makar bagi
manusia bebas yang tak sesuai skenario kebebasan yang merupakan kebijakan
penguasa. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar