Halaman

Minggu, 21 Oktober 2018

asas berbagi tanpa memberi

asas berbagi tanpa memberi

Sengaja orang memberi. Pasal kewajiban, karena pekerjaan, sampai sifat amaliah. Berlaku pepatah: “siapa memberi jangan berharap kembali”. Ikhwal memberi bisa masuk kondisi : “nguyahi segara” alias menggarami lautan.

Curahan air hujan dari langit, sebagai pemberian-Nya yang tak pernah putus. Kepada siapa saja, dimana saja, kapan saja. Allah swt menumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi.

Manusia dan atau orang dengan akalnya berburu air di tanah. Digali, menghasilkan sumur gali. Ingin mendapatkan air layak minum, bumi dibor. Air untuk menunjang usaha industri. Meliwati beberapa lapisan dan disedot.

Kearifan manusia terhadap air belum diimbangi dengan bagaimana menjaga pasokan air di bumi. Sudah ada secara turun-temurun namun kontradiktif. Banjir sebagai tolok ukur pembangunan yang tidak ramah air. Kurang memanfaatkan watak air. Tetesan butir air hujan tidak disambut oleh tanah di halaman rumah, pekarangan, kebun. Manusia takut dengan bécék, tetapi tidak takut dengan banjir.

Bécék mempengaruhi penampilan. Merusak citra, pesona, wibawa diri. Soal banjir, banyak temannya. Bahkan, ada ilmu, rekayasa agar lingkungannya bebas banjir. Air hujan dialihkan ke tempat lain secara sistemastis, yang lebih rendah tentunya. Sesuai sifat air.

Efék domino dari sifat manusia yang pokoknya pakai air secara gratis. Air menjadi barang alam milik semua umat. Dapat didapat di sembarang tempat dan dibuang ke sembarang tempat. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar